tipis

Wednesday, March 29, 2017

Memahami makna air mutanajjis (yg terkena najis)

Sebagaimana telah disebutkan didalam artikel sebelumnya bahwa bersuci tidaklah boleh menggunakan air mutanajjis atau air yg terkena najis, sekarang kita akan mengenal lebih jauh apa itu air mutanajjis.

Air menjadi mutanajjis jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1. kejatuhan najis kedalamnya
2. najis yg jatuh kedalam air adalah najis yg tidak di maaf
3. berubah sifat airnya walaupun perubahannya sedikit, khusus jika airnya banyak.
4. yakin bahwa air berubah karena najis bukan karena hal lain
jika memenuhi syarat-syarat diatas maka air itu dinamakan air mutanajjis.

Kita bahas syarat-syarat diatas satu persatu. 
1. Kejatuhan najis kedalamnya, yg berarti jika air bercampur dengan najis dengan cara lain mempunyai hukum yg berbeda, yaitu jika air yg mendatangi najis atau lebih jelasnya boleh kita katakan "air menyirami najis".

Ketika baju kita terkena najis lalu kita mencucinya dg air dg cara menyiramnya bukan merendamnya maka air hasil cucian baju yg terkena najis yg ditampung didalam suatu wadah tidak selalunya menjadi air mutanajjis, tapi bisa menjadi suci tapi tidak mensucikan dan bisa juga mutanajjis. Ini yg disebut dengan istilah "ماء الغسالة" atau air bekas cucian najis. Kita akan bahas selengkapnya di artikel yg akan datang tentang hukum air ini.

Begitu juga ketika air berdampingan dengan najis tanpa bercampur lalu berubah sifat air itu terutamanya baunya maka air inipun tidak dinamakan air mutanajjis tapi tetap dinamakan air suci. 
Contohnya, ketika ada bangkai ayam yg tergeletak didekat genangan air dan tidak bercampur dg air lalu airnya berubah menjadi bau bangkai maka air itu masih suci hujumnya.

2. Najis yg jatuh kedalamnya adalah najis yg tidak di maaf, yg berarti jika najis yg jatuh kedalam air tersebut najis yg dimaaf maka hal itu tidak merubah hukum airnya.
Di antara najis yang dimaaf adalah hewan yang darahnya tidak mengalir ketika dipotong contohnya yaitu lalat.
Jika ada bangkai lalat jatuh ke dalam air yang sedikit ataupun banyak maka ia tidak menjadikannya air mutanajjis.

Akan dijelaskan di dalam artikel yang akan datang secara lebih luas tentang najis-najis yang di maaf.

3. berubah sifat airnya walaupun perubahannya sedikit. Syarat ini disyaratkan secara khusus untuk air yang banyak yaitu air yang mencapai 216 Lt atau lebih atau yang disebut dengan istilah dua qullah.
Adapun jika airnya sedikit yaitu yang kurang dari dua qullah maka ia otomatis menjadi mutanajjis ketika ada najis yang jatuh ke dalamnya walaupun airnya tidak berubah sifatnya.

Yang dimaksud dengan perubahan sedikit yaitu perubahan yang tidak melahirkan nama baru untuk air tersebut, Yang artinya air itu masih dinamakan air walaupun sedikit berubah.


4. yakin bahwa air berubah karena najis bukan karena hal lain. yakin disini artinya pengetahuan pasti yg didapat dengan panca indra terutama penglihatan atau dari berita yg mutawatir (berita yg didapat dari sekelompok orang yg mustahil mereka bersepakat bohong).

disebutkan didalam kitab busyrol karim karangan syekh Sa'id bin Muhammad Ba'asyin: 

وبيقينا الشك في ملاقاة النجس له كأن رأى كلابا حول ماء قليل وإن كثرت وأدخلت وأوسها في انائه وخرج الفم رطبا ولم يعلم مماسته له فلا ينجس في جميع ذلك اهـ بشرى الكريم

"dan dengan disebutkan YAKIN maka tidak termsuklah jika meragukan bersentuhannya najis dengan air tersebut seperti jika seseorang melihat anjing-anjing di dekat air yg sedikit walaupun anjingnya banyak dan anjing-anjing itu memasukkan kepalanya kedalam wadah air lalu terlihat mulut anjing-anjing itu basah sedangkan tidak bisa dipastikan hewan-hewan itu meminumnya maka didalam semua itu air itu tetap suci tidak najis".
karena kita tidak yakin hewan-hewan itu meminumnya sebab tidak melihatnya minum secara langsung hanya melihat dari kejauhan.

dari hal-hal diatas maka dapatlah kita fahami hendaknya kita menghindari penggunaan minyak wangi yg bercampur dengan alkohol terlebih ketika digunakan untuk sholat, dikarenakan alkohol yang di jadikan campuran minyak wangi termasuk najis walaupun sebagian ulama ada yg berpendapat lain, terlebih lagi ketika banyak dijual minyak wangi yg tidak diberi campuran alkohol.

semoga bermanfaat...

penulis: khairullah ramli

Sunday, March 26, 2017

Syarat-syarat Air yg Digunakan untuk Bersuci

ketika kita bicara tentang bersuci maka tidak akan terlepas dari pembahasan tentang air karena air adalah salah satu alat yg digunakan dalam bersuci

air yg digunakan untuk bersuci memiliki 3 syarat agar sah digunakan:
1. bukanlah air mutanajjis (terkena najis)
2. bukanlah air musta'mal (bekas dipakai bersuci)
3. bukanlah air yg mutaghoyyir (berubah salah satu sifatnya)
jika air memenuhi syarat-syarat diatas maka ia sah di gunakan untuk bersuci dan dikenal juga dengan sebutan air suci mensucikan atau air mutlak

mari kita bahas satu persatu apa maksud setiap syarat yg disebutkan diatas.
1. bukanlah air mutanajjis, mutanajjis artinya air yg kejatuhan najis kedalamya. sebagai contoh jika ada air di dalam ember lalu jatuh kedalamnya bangkai tikus maka air itupun disebut dg air mutanajjis, maka tidak boleh lagi digunakan untuk bersuci baik untuk berwudhu ataupun mandi begitu pula tidak boleh digunakan untuk menghilangkan najis.

jika najis itu jatuh kedalam air yg sedikit yaitu yang kurang dari 2 kullah atau 216 lt maka air itu otomatis menjadi air mutanajjis walaupun ia tidak berubah salah satu sifat airnya, baik baunya, warnanya atau rasanya.

tapi jika najis itu jatuh kedalam air yg banyak yaitu yang mencapai 2 kullah atau lebih maka air itu akan menjadi mutanajjis jika telah berubah baunya atau warnanya atau rasanya. sebagai contoh jika ada air didalam kolam renang yg tentunya besar dan airnya banyak lalu jatuhlah kedalamnya bangkai ayam tapi setelah di buang bangkai ayam tersebut air itu tidak berubah baunya atau warnanya atau rasanya maka air itu tetaplah suci dan jika berubah walaupun hanya salah satu sifatnya maka air itupun menjadi mutanajjis tidak dapat digunakan untuk bersuci selama begitu keadaannya walaupun perubahannya tidak mencolok.

perlu diketahui juga bahwa air yg telah berubah itu, ia berubah karena najis yg jatuh kedalamnya dan telah menjadi mutanajjis, jika perubahan baunya atau warnanya atau rasanya telah hilang dengan sendirinya tanpa dicampur sesuatu kedalam air maka air itupun kembali menjadi suci. baik berubah dengan di kurangi airnya atau ditambahkan.

jika air itu berubah hanya karena berdampingan dengan bangkai najis, berubah baunya atau warnanya atau rasanya maka perubahan itu tidak mempengaruhi hukum airnya artinya airnya tetaplah suci mensucikan.

2. bukanlah air musta'mal, musta'mal artinya bekas dipakai dan maksudnya disini ketika air disebut dengan air musta'mal yaitu air yg telah digunakan untuk bersuci yg wajib baik pernah digunakan untuk mengangkat hadats atau menghilangkan najis.

sebagai contoh air yg pernah digunakan untuk mandi wajib atau pernah di gunakan untuk wudhu di basuhan pertamanya pada anggota wudhu. jika seseorang mencuci mukanya ketika berwudhu maka tetesan air pada cucian pertama ketika mencuci muka adalah air musta'mal, artinya tetesan air itu jika ditampung didalam wadah tidak boleh lagi digunakan untuk bersuci.

lain halnya jika yg ditampung didalam wadah itu tetesan air dari cucian kedua dan ketiga atau air yg dihasilkan dari bekas mandi sunnah seperti mandi untuk sholat jum'at maka air itu tetap air suci dan dapat kembali digunakan untuk bersuci karena air itu tidak mengangkat hadats dan najis.

3. bukan air yg telah berubah, sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa yg dimaksud berubah adalah berubah salah satu sifatnya, baik baunya atau warnanya atau rasanya.
jika air itu telah berubah baik dengan sesuatu yg najis atau dengan sesuatu yg suci maka air itu tidak lagi dapat digunakan untuk bersuci dengan syarat sebagai berikut:
- benda yg merubah sifat air adalah benda yg dapat larut dengan air yg tidak ladi dapat dipisahkan dari air seperti gula, garam, sirup, tinta, darah, muntah, air seni dan lain lain.

adapun jika yg merubah sifat air sesuatu yg tidak larut didalam air seperti kayu, batu dsb maka jika berubah air itu dengan benda-benda tsb, air masih tetap dapat digunakan untuk bersuci.

sebagai contoh, jika kayu gahru jatuh kedalam air lalu merubah bau airnya menjadi wangi seperti wanginya kayu gahru maka hal itu tidak merubah hukum air, artinya air masih dapat digunakan untuk bersuci.

- tidak dibutuhkan oleh air, artinya dapat dipisahkan secara mudah dari air. jika air berubah dengan lumut yg ada didalam tempat air lalu warna air menjadi kehijauan maka air masih dapat digunakan untuk bersuci karena lumut dengan air adalah dua hal yg sulit dipisahkan.

- perubahannya mencolok, artinya setelah berubah sifat airnya maka tidak lagi dinamakan air tapi sudah memiliki nama lain. contohnya kuah sayur, itu adalah air yg berubah ketika bercampur didalamnya macam-macam bumbu dan lain-lain. contoh lain adalah air kopi, air teh dll, itu semua tidak lagi dinamakan AIR tapi sudah memiliki nama lain yaitu air kopi atau air teh dll.

INILAH SYARAT-SYARAT AIR UNTUK BERSUCI DAN SEDIKIT PENJELASANNYA.

penulis: khairullah ramli

Monday, March 20, 2017

MAKNA THOHAROH ATAU BERSUCI MENURUT SYARIAT

Kita lanjutkan kajian kita tentang makna thoharoh, setelah di artikel sebelumnya kita telah membahas makna thoharoh dari segi bahasanya maka kali ini kita akan membahasnya dari sudut pandang syariat atau istilah ulama fiqih.

Berkata para ulama bahwa makna thoharoh menurut syariat memiliki beberapa definisi:
- Definisi pertama menurut Imam Nawawi Addimasyqi, yaitu:
رفع حدث او ازالة نجس او ما في معناهما او على صورتهما
"mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau yang Semakna dengan keduanya atau yang sebentuk dengan keduanya"
- definisi kedua menurut shekh Ibnu Hajar Alhaitami, yaitu:
فعل ما يترتب عليه اباحة ولو من بعض الوجوه او ثواب مجرد
"Melakukan sesuatu yg berakibat dibolehkannya (hal lain) walaupun hanya pada sebagian hal tertentu atau hanya menghasilkan pahala semata"
- definisi ketiga menurut Alqodhi Husein, yaitu:
زوال المنع المترتب على الحدث او الخبث
"Menghilangkan larangan yg disebabkan oleh keberadaan hadats atau najis"
- definisi ke empat menurut Ibnu Qosim, yaitu:
فعل ما تستباح به الصلاة
"Melakukan sesuatu yg berakibat dibolehkannya sholat"

Diantara 4 defini thoharoh diatas sebagian ulama mengatakan bahwa definisi yg dibuat oleh imam Nawawi adalah yg terbaik karena mencakup semua jenis thoharoh baik yg wajib atau yg sunnah walaupun definisi syekh Ibnu Hajar lebih ringkas.

Kita akan membahas makna yg terkandung di dalam definisi imam Nawawi dan berusaha memahaminya. Disebutkan bahwa thoharoh menurut beliau adalah:
1. Mengangkat hadats, artinya segala tindakan yg hasilnya mengangkat hadats kecil atau besar dari diri seseorang maka itu dinamakan thoharoh. Contohnya jika seseorang memiliki hadats kecil lalu ia berwudhu maka terangkatlah hadats kecilnya dan ia kembali suci, perbuatan wudhu inipun di namakan thoharoh atau bersuci.

Contoh lain, jika seseorang memiliki hadats besar seperti hadats janabah/junub lalu ia mandi yg kita kenal dengan mandi wajib maka terangkatlah hadats besarnya dan ia kembali suci, perbuatan mandi wajib inipun di namakan thoharoh atau bersuci.

2. Menghilangkan najis, artinya segala tindakan yg menyebabkan hilangnya najis yg ada baik di badan atau di pakaian atau di tempat maka tindakan itu di sebut thoharoh atau bersuci.

Contohnya jika baju seseorang terkena kotoran ayam lalu iapun mengambil air dan membersihkan kotoran itu dari pakaiannya sampai hilang semua bau, warna dan rasa najis tersebut maka tindakan ini di sebut thoharoh atau bersuci dan pakaian yg tadinya najis menjadi suci kembali.

3. Yg maknanya sama dengan mengangkat hadats, yg dimaksud adalah seperti tayammum. 
tayammum termasuk thoharoh tapi ia hanya membolehkan hal yg dilarang sebelumnya dari sisi tertentu saja, misalnya sholat yg tadinya di larang bagi yg memiliki hadats kecil lalu ketika ia tayammum karena tidak dapat berwudhu sebab hal-hal tertentu maka dengan tayammum itu dibolehkanlah ia sholat dan itupun hanya sekali sholat fardhu yg dibolehkan jika ia ingin sholat fardhu lainnya maka ia harus tayammum lagi.

tidak begitu halnya dengan wudhu, dengan berwudhu dibolehkan setelahnya sholat fardhu berapapun banyaknya selama wudhunya belum batal.

begitu juga dengan berwudhu maka hadats kecilnya terangkat tapi tidak begitu dengan tayammum, ia tidak mengangkat hadats ia hanya membolehkan seseorang mengerjakan sesuatu yg tadinya di larang dan itupun dibolehkan tidak secara mutlak. itulah makna dari "YANG MAKNANYA SAMA DENGAN MENGANGKAT HADATS".

4. yg maknanya sama dengan menghilangkan najis, yg dimaksud adalah seperti beristinja dengan batu (begitu pula dengan tissue).
beristinja dengan batu termasuk thoharoh atau bersuci hanya ia tidak menghilangkan najis secara sempurna seperti jika kita beristinja dengan air, tapi dengan beristinja dengan batu maka seseorang sudah dibolehkan sholat tentunya setelah berwudhu walaupun masih ada sisa-sisa najis yg tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air dan sisa najis itu di maaf.

lagi pula dengan beristinja dengan batu maka sisa najis itu hanya di maaf untuk si pelaku istinja tidak untuk orang lain, artinya jika seseorang sedang sholat lalu tangan orang yg beristinja dengan batu ini berada dipundak orang yg sholat tersebut maka batal sholatnya dikarenakan ia membawa sesuatu yg terhubung dengan najis yaitu tangannya yg terhubung dengan sisa najis yg ada di kemaluan depannya atau kemaluan belakangnya. itulah makna dari "YANG MAKNANYA SAMA DENGAN MENGHILANGKAN NAJIS"

5. yang bentuknya sama dengan mengangkat hadats, yang dimaksud seperti mandi sunnah dan cucian kedua dan ketiga ketika berwudhu. 
mandi sunnah seperti mandi jum'at juga di sebut thoharoh dan tidaklah beda caranya dengan mandi wajib ketika akan mengangkat hadats besar, keduanya harus meratakan air keseluruh badan. perbedaannya hanya di niat.

mandi jumat dan mandi sunnah lainnya tidak mengangkat hadats sama sekali tapi bentuk mandinya sama dengan mandi wajib yg dapat mengangkat hadats besar yg ada pada diri seseorang. itulah makna dari "YANG BENTUKNYA SAMA DENGAN MENGANGKAT HADATS"

6. yang bentuknya sama dengan menghilangkan najis, yang dimaksud seperti cucian kedua dan ketiga ketika menghilangkan najis.

ketika baju seseorang terkena najis lalu ia mencucinya untuk menghilangkan najis tersebut maka setelah rasa, bau dan warna najisnya telah hilang maka jadilah baju itu suci kembali. ketika ia ingin mengambil sunnahnya dengan menyiram air lagi untuk yg kedua dan ketiga maka siraman air kedua dan ketiga tidaklah menghilangkan najis karena najis nya sudah hilang sebelumnya. itulah makna dari "YANG BENTUKNYA SAMA DENGAN MENGHILANGKAN NAJIS" karena sama caranya yaitu dengan menyiram baju itu dengan air.

inilah makna thoharoh dari sudut pandang syariat atau menurut istilah para ulama fiqih. kita tidak bahas lebih jauh makna defini 3 ulama lainnya karena pembahasan hampir sama dengan pembahasan diatas.

semoga bermanfaat...

penulis: khairullah ramli

Tuesday, March 14, 2017

MAKNA THOHAROH ATAU BERSUCI MENURUT BAHASA

kita mulai terlebih dahulu dari sisi bahasanya sebab begitulah selalu para ulama memulainya...karena selalunya fiqih di bahas dalam bahasa arab jadi kami harus juga menukil apa yg disebutkan oleh para ulama dalam bahasa arabnya.

mereka para ulama menyebutkan definisi thoharoh sebagai berikut:
الطهارة لغة النظافة والخلوص من الدنس الحسي كالمخاط والمعنوي كحسد وكبر.اهـ بشري الكريم
"Thoharoh dari segi bahasa adalah bersih dan terhindar dari kotoran lahiriyyah seperti ingus dan maknawiyyah seperti iri hati dan sombong"

Jadi itulah maknanya thoharoh dari segi bahasa, ia mencakup bersih-bersih dari kotoran yg terlihat di badan atau pakaian atau tempat atau lainnya begitu juga mencakup bersih-bersih dari kotoran yg tidak terlihat yg ada didalam hati seseorang seperti sombong, iri hati dan lain-lain.

Ketika diperhatikan  definisi di atas dapat kita Fahami bahwa thoharoh itu bukan hanya bersih-bersih dari sesuatu yang najis tapi juga mencakup  bersih-bersih dari kotoran yang Suci seperti ingus, ia adalah kotoran dan banyak orang Jijik kepada ingus orang lain tapi dalam hukum syar'i disebutkan bahwa ingus itu adalah Suci hukumnya, maka dari sisi bahasa bersih bersih-bersih dari kotoran yang suci juga dinamakan thoharoh.

Contoh lain adalah mani, ia juga termasuk sesuatu yang menjijikkan tapi di dalam hukum syar'i khususnya dalam mazhab Imam Syafi'i bahwa mani adalah suci,  Yang berarti jika sesuatu terkena mani lalu kita membersihkannya maka itupun disebut thoharoh dari segi bahasanya. Bukanlah waktunya saat ini untuk membahas dalil-dalil yg membuktikan bahwa mani adalah suci.

Ketika thoharoh atau bersuci mencakup juga bersih dari kotoran batin  maka dapat dipahami bahwa seseorang yang hatinya atau batinnya masih dikotori dengan kotoran hati seperti sombong atau iri hati atau dendam maka boleh dikatakan orang itu belum bersuci atau belum sempurna bersucinya.

Menjauhkan diri dari perbuatan dosa juga dinamakan thoharoh atau bersuci sebagaimana Allah sebutkan di dalam al-Quran tentang pengikut nabi Luth AS di dalam surat al-a'raf ayat 82:

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَن قَالُوا أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri."

Dan di dalam surat An-naml ayat 56: 

فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَن قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِّن قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih"

di dalam ayat yang tersebut diatas dijelaskan bahwa nabi Luth AٍS dan pengikutnya ketika tidak mau mengikuti perbuatan kaum nabil nabi Luth AS maka kaumnya bersepakat untuk mengusir Nabi Luth AS dan para pengikutnya dari negeri mereka, merekapun menyebutkan bahwa perbuatan Nabi Luth AS dan para pengikutnya yg tidak mau mengikuti perbuatan mereka yaitu malakukan aktifitas seksual menyimpang alias menyukai sesama jenis, laki-laki menyukai laki-laki dan begitupun para wanitanya adalah perbuatan thoharoh atau bersuci karena mereka menjauhkan diri dari perbuatan kotor tersebut untuk menjaga kesucian diri mereka.

penulis: khairullah ramli

Tuesday, March 7, 2017

mazhab-mazhab ahlussunnah wal jama'ah (bag.2 habis)

sambungan artikel yg lalu...

- yg ketiga adalah madzhab syafi'i, pendirinya bernama Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy syafi'i Al muttolibi Al qurasyi, beliau lahir pada tahun 150 H bertepatan dengan tahun 767 M dan beliau wafat di tahun 204 H dan bertepatan dengan tahun 820 M pada usia 54 tahun, sebagaian ulama menyebutkan bahwa hari kelahiran beliau bertepatan dengan hari wafatnya imam Abu Hanifah rahimahumallah sehingga di ungkapkan tentang hari itu "telah wafat seorang imam dan telah lahir seorang imam". murid beliau yg bernama Arrabi' berkata: "imam Syafi'i wafat setelah maghrib di malam jum'at di hari terakhir di bulan rajab pada tahun 204 H dan dimakamkan di hari jum'at setelah Asar.


beliau di lahirkan di Gaza Palestina dan ketika berumur 2 tahun di bawa oleh ibunya menuju Mekkah, telah menghafal alqur'an dalam usia 7 tahun dan telah menghafal kitab almuwattho karangan imam Malik gurunya dalam usia 10 tahun.

ketika beliau mendatangi imam Malik untuk mengambil ilmu darinya di Madinah, imam malik berkata kepada beliau: "datangkan seseorang yg dapat membacakan muwattho untukmu..!" beliaupun menjawab "aku sudah menghafalnya" maka beliau diperintahkan untuk membacanya dg hafalannya, berkatalah imam Malik setelah mendengar bacaannya: "jika ada seseorang yg beruntung maka pemuda inilah orangnya"

beliau membangun mazhabnya dg menggabungkan antara madzhab ahlul roy dan madzhab ahlul hadits karena beliau menguasai keduanya, adapun penguasaannya terhadap madzhab ahlul hadits beliau dapatkan sendiri dari imam Malik di Madinah sedangkan madzhab ahlul roy beliau dapatkan dari imam Muhammad bin Hasan murid imam Abu Hanifah,

ketika beliau berada di Baghdad beliau membangun pondasi-pondasi madzhabnya dan mengarang kitab yg diberi nama Alhujjah dan ketika beliau ke mesir dan bermukim disana beliaupun memperbaharui pondasi-pondasi madzhabnya dengan mengarang kitabnya yg di beri nama al-umm maka beliaupun memiliki mazdhab yg begitu kuat yg dikenal dengan madzhab qodim (lama) yg dibangun di Baghdad dan madzhab jadiid (baru) yg dibangun di Mesir. sebagaimana beliau juga mengarang kita arrisalah yg mejelaskan tentang ushul-ushul (dasar-dasar) madzhab beliau.

dengan adanya madzhab jadiid maka tidak berlaku lagi hasil ijtihad beliau yg ada di madzhab qodim, tapi ketika ulama-ulama syafi'iyyah melihat ada beberapa permasalahan dalam madzhab qodim yg lebih kuat dalilnya di banding dg yg di madzhab jadiid maka beberapa permasalahan itu yaitu sekitar 18 permasalahan fiqih yg ada di madzhab qodim lebih di unggulkan dan terus di gunakan adapun selainnya yg di gunakan adalah yg berlaku  didalam madzhab jadiid.

- yg ke empat dan yg terakhir adalah madzhab hambali, pendirinya adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal Asy Syaibani, beliau lahir pada tahun 164 H bertepatan dengan tahun 780 M dan wafat pada tahun 241 H bertepatan dengan tahun 855 M, dilahirkan di negeri Baghdad dan tumbuh besar disana, beliau wafat di bulan rabi'ul awwal dalam usia 77 tahun.

beliau membangun madzhabnya berdasarkan hal-hal berikut: alqur'an, hadits, fatwa sahabat, ijma', qiyas, istishab, mashalih mursalah, sadd adzdzaroi'.
Ibnu Qoyyim menyebutkan bahwa imam Ahmad bin Hambal membangun fatwa-fatwanya dg 5 perkara, yaitu:
1. nash alqur'an dan sunnah
2. fatwa para sahabat selama tidak diketahui adanya perbedaan pendapat
3. jika didapatkan adanya perbedaan pendapat diantara mereka maka ia ambil yg lebih dekat dengan alqur'an dan sunnah
4. menggunakan hadits mursal dan hadits do'if, beliau lebih mengedepankan keduanya atas qiyas.
5. qiyas jika tidak didapat nash, atau fatwa sahabat atau hadits mursal dan hadits dho'if. beliau menggunakan qiyas hanya ketika dalam keadaan darurat.

INILAH sekilas tentang madzhab ahlussunnah wal jama'ah, maka jangan lagi keliru untuk mengenal mereka setelah kita ketahui apa yg di akui oleh kelompok yg dinamakan AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH.

mereka yg mengingkari tasawwuf bukanlah ahlussunnah

mereka yg mengingkari bermadzhab dengan salah satu 4 madzhab bukanlah ahlussunnah

mereka yg tidak berfahamkan asy'ari atau maturidi didalam akidah bukanlah ahlussunnah.

penulis: khairullah ramli


Saturday, March 4, 2017

madzhab-madzhab ahlussunnah wal jama'ah

Ahlussunnah wal jama'ah adalah kelompok terbesar yg ada di dalam tubuh muslimin dan bagaimana cara mengenalnya agar tidak salah?, para ulama memberikan petunjuk dg hal-hal di bawah ini agar dapat di pastikan bahwa merekalah ahlussunnah wal jama'ah.

hal-hal yg dimaksud adalah sebagai berikut:
1. dalam perkara furu' syariat atau yg berkaitan dengan fiqih maka ahlussunnah wa jama'ah adalah para penganut salah satu dari 4 madzhab yaitu madzhab hanafi, madzhab maliki, madzhab syafi'i dan madzhab hambali.
2. dalam perkara ushul syariat atau akidah maka ahlussunnah wa jama'ah adalah para penganut faham Asy'ariyyah atau Almaturidiyyah.
3. dalam perkara tasawwuf atau pembersihan hati dari segala akhlak tercela dan menghiasnya dg akhlak terpuji maka ahlussunnah wal jama'ah adalah yg menjalani jalan para imam tasawwuf seperti Imam Ghazali, Imam Abu Hasan Asysyadzili, Imam Junaid Albaghdadi, Imam Abdullah Alhaddad dan lain-lain.

karena pembahasan kita seputar fiqih maka didalam artikel ini hanya kita bahas kilasan tentang 4 madzhab saja.
- yg pertama adalah madzhab hanafi, pendirinya adalah Imam Abu Hanifah Annu'man bin Tsabit Alkufi dilahirkan pada tahun 80 H bertepatan dengan tahun 699 M dan wafat pada tahun 150 H atau bertepatan dengan tahun 767 M, beliau termasuk dalam generasi tabi'in dan di zaman beliau ada 4 orang sahabat nabi Muhammad SAW mereka adalah: sayyiduna Anas bin Malik, sayyiduna Abdullah bin Abi Aufa, sayyiduna Sahal bin Sa'ad dan sayyiduna Abu Thufail Radhiyallahu 'anhum ajma'iin, beliau wafat di kota Baghdad dalam umur 70 tahun dan beliau mengambil ilmu fiqih dari gurunya Alimam Hammad bin Abi Sulaiman.

didalam madzhabnya yg dibangun beliau bersandar kepada 6 sumber hukum yaitu: Alqur'an, Alhadits, ijma', qiyas, istihsan dan 'urf (adat). 

beliau berpendapat bahwa alqur'an tidak dapat di nasakh dengan hadits ahad, adapun tentang hadits maka beliau lebih mengedepankan sunnah qauliyyah (ucapan) dari sunnah fi'liyyah (perbuatan) bahkan jika ditemukan hadits ahad bertentangan dengan kaidah-kaidah syar'i yg di ambil dari alqur'an atau hadits maka di tinggalkan hadits dan beliau lebih mengambil dan menggunakan kaidah-kaidah syar'i tersebut.

adapun seputar qiyas maka beliau lebih mengedepankan sunnah atas qiyas walaupun itu berupa hadits mursal dan beliau juga lebih mendahulukan hadits dho'if atas qiyas.

- yang kedua adalah madzhab maliki, pendirinya bernama Imam Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi 'Aamir Al-Ashbahi Al-Himyari Al-Madani dilahirkan pada tahun 93 H bertepatan dengan tahun 711 M dan wafat pada tahun 179 H yg bertepatan dengan tahun 795 M dalam umur 86 tahun.

Beliau berguru kepada banyak ulama tabi'in dan ulama tabi'it tabi'in lebih banyak lagi, disebutkan bahwa beliau mempunyai guru sebanyak 900 orang dan 300 diantaranya dari kalangan tabi'in diantara mereka adalah: sayyiduna Nafi' maula Abdullah bin Umar, Ibnu Hurmuz dan beliau adalah guru pertamanya dan masih banyak lagi.

Beliau meninggalkan sebuah kitab yang sangat di banggakan oleh ulama di zamannya dan setelah zamannya yaitu Almuwatho', beliau selesaikan karangan kitabnya ini dalam masa 40 tahun lamanya dan ketika selesai beliau meragukan ke ikhlasan beliau dalam mengaranganya lalu untuk memastikannya maka beliau lemparkan kitabnya itu ke dalam air dan ia berkata "jika ada ikhlas didalamnya niscaya tidak akan basah" lalu di jumpai kitabnya itu kering dan tidak basah sama sekali.

Imam Syafi'i mengatakan tentang Imam Malik: "jika ulama disebut-sebut maka bintangnya adalah Malik", beliau juga berkata: "Malik adalah hujjah Allah yg ditegakkan atas para manusia setelah para tabi'in", beliau juga berkata tentang kitab Almuwatho: "tidak ada selain Alqur'an sebuah kitab yang benarnya lebih banyak melebihi Almuwatho".

Imam Malik menjadikan sumber-sumber hukum syar'i di dalam madzhab beliau sebagai berikut: Alqur'an, Alhadits, amalan penduduk Madinah, Qiyas, Mashalih Mursalah, Istihsan, 'Urf (Adat), Sadd Zarooi' dan Istishan.

berlanjut ke artikel berikutnya.....

penulis: khairullah ramli