tipis

Tuesday, September 26, 2017

Syarat-syarat wudhu, kepastian berhadats dan tidak mengalihkan niat wudhu

Syarat-syarat selanjutnya yang harus diketahui oleh seseorang ketika melakukan aktifitas wudhunya adalah sebagai berikut:

- kepastian berhadats
maksud dari syarat ini yaitu bahwa ketika berwudhu kita harus sudah memastikan bahwa kita dalam keadaan berhadats sebelumnya, tapi syarat ini diberlakukan hanya ketika terbukti ternyata ia sudah berhadats ketika ia berwudhu dalam keadaan ragu apakah masih punya wudhu ataukah sudah batal. lebih jelasnya begini:

jika seseorang ragu apakah ia sudah batal ataukah belum, lalu ia berwudhu tanpa memastikan lagi bahwa ia telah berhadats dg cara memegang kemaluannya misalnya, maka wudhu yg dilakukannya itu jika setelahnya terbukti bahwa ia sebelum wudhu tersebut sudah batal wudhunya maka wudhu yg dilakukannya itu tidak sah.
tapi jika tidak terbukti, artinya ia terus tidak ingat apakah sebelum wudhu tadi sudah batal atau belum maka hukum wudhunya sah.

inilah yg disebut dengan wudhu ihtiyath (berjaga-jaga) dan syarat yg satu ini di gunakan ketika terbukti saja tapi jika tidak terbukti maka tidak diperlukan syarat yg satu ini dan wudhunya sah-sah saja.

jalan terbaiknya untuk orang yg seperti ini adalah ia pastikan dulu bahwa ia telah berhadats dengan memegang kemaluannya misalnya maka dengan itu sudah pasti wudhunya sah.

tapi sebaliknya yaitu orang yg yakin bahwa ia telah batal wudhunya tapi ia ragu apakah ia telah berwudhu ataukah belum maka wudhunya sah walaupun terbukti nantinya bahwa ternyata ia telah berwudhu karena status awalnya adalah ia dalam keadaan berhadats.

bahkan syekh Ibnu Hajar mengatakan jikapun orang ini ketika berwudhu saat itu niatnya "jika aku berhadats maka aku niat mengangkat hadats dan jika aku tidak berhadats maka aku niat tajdid (memperbaharui) wudhu" maka sah wudhunya walaupun ia teringat setelahnya ternyata ia telah berwudhu.

- tidak mengalihkan niat wudhunya
artinya ia terus niat berwudhu di sepanjang wudhunya dari awalnya sampai akhirnya. jika ia  menghentikan niat wudhunya di tengah-tengah ia berwudhu maka ia harus memperbaharui niat wudhunya ketika melanjutkan wudhunya, jika itu tidak dilakukan maka wudhunya tidak sah.
begitu juga jika ia niatkan ditengah-tengah wudhunya itu untuk menyegarkan anggota badan yg dibasuh maka ia harus perbaharui lagi niatnya agar sah wudhunya setelah berubah niatnya.

ini adalah akhir dari pembahasan kita diseputar syarat-syarat wudhu dan di artikel berikutnya kita akan membahas pembahasan lainnya yg masih berkaitan dengan wudhu. semoga bermanfaat.

Friday, September 22, 2017

Syarat-syarat wudhu, tidak menggantungkan niat dan air harus mengalir

Masih Ada beberapa syarat wudhu yang disebutkan oleh para ulama fiqih di dalam kitab kitab mereka. Mari kita lanjutkan pembahasan syarat wudhu yang berikutnya.

- tidak menggantungkan niat wudhunya
Maksudnya adalah ketika seseorang berwudhu yang harus ia lakukan adalah memantapkan niat wudhunya tanpa ragu sedikitpun, karena syarat ke-sahan niat diantaranya adalah kemantapan di dalam berniat.
Jika seseorang berwudhu lalu ketika berniat ia berkata dalam niatnya "saya niat berwudhu insya Allah" atau "saya niat mengangkat hadast kecil insya Allah". Kalimat "insya Allah" yang disertakan di dalam niatnya mempengaruhi hukum niat itu sendiri, ulama memberikan perincian hukum tersebut sebagai berikut: 
Jika kalimat insya Allah yang digunakan ditujukan untuk bertabarruk (mengambil berkah) maka sah sah saja wudhunya. Tapi jika niatnya menggantungkan niat wudhunya dengan kehendak Allah maka wudhunya tidak sah karena tidak ada yg mengetahui kehendak Allah kecuali diriNya.

Begitu juga jika tidak diniatkan apa2, tidak niat menggantungkannya dan tidak juga diniatkan tabarruk maka tidak sah niatnya.

- air harus mengalir
Agar sah wudhu seseorang maka air yg digunakan ketika berwudhu harus mengalir diatas anggota wudhu yg dicucinya.
Ketika ia mencuci tangannya maka air harus mengalir di tangannya itulah yg dinamakan gusul,
karena didalam alqur'an Allah menyebutnya dengan gusul:
فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق...الخ
(Maka cucilah wajah dan tangan kalian sampai sikut...)
Maka tidak sah wudhu jika airnya tidak mengalir, contoh jika ia membasahi sapu tangan dg air lalu ia memerasnya sampai tidak ada lagi yg menetes kemudian ia gunakan sapu tangan yg basah itu untuk berwudhu, ketika ia hanya mengelap anggota wudhunya tanpa ada air yg mengalir maka tidak sah wudhu tersebut.

- telah masuk waktu untuk yg hadatsnya terus-menerus keluar.
Syarat ini hanya khusus untuk orang tertentu yaitu yang disebut dengan daimul hadats (orang yg terus keluar hadatsnya)
Jika seseorang ditimpa penyakit air seni yang terus menetes atau seseorang yg menggunakan kantung air seni karena keperluan pengobatan dan lainnya sehingga air seninya terus menetes, maka orang semacam ini ketika akan berwudhu disyaratkan untuk ke-sahan wudhunya yaitu berwudhu setelah masuk waktu sholat. Karena bersucinya orang semacam ini disahkan sebab dharurat dan sebelum datangnya waktu sholat belum dikatakan dharurat itu ada.
Adapun jika ia berwudhu sebelum waktunya maka tidak sah wudhunya. 

Tapi cukuplah jika ia mengetahui bahwa waktu telah masuk walaupun dengan hanya perkiraannya yg dihasilkan dari ijtihad. Contoh jika ia tidak dapat mengetahui masuknya waktu sholat kecuali dengan pekerjaan yg biasa dilakukan sehari-hari, jika ia seorang penjahit dan disetiap harinya jika sudah menyelesaikan 1 jahitan pakaian sudah masuk waktu sholat zuhur maka itu dapat dijadikan patokan masuknya waktu ketika ia telah selesaikan 1 jahitan pakaiannya dengan memperhatikan juga cepat atau lambatnya ia melakukan jahitan tersebut.
Dengan cara ini ia dapat mengetahui waktu sholat zuhur telah masuk dg menyelesaikan 1 jahitan baju tapi itu hanyalah perkiraan bukan sesuatu yg pasti, walau demikian ia masih sah berwudhu ketika ia telah mengetahui waktu sholat telah masuk dengan cara tersebut.

Seseorang disebut daimul hadats jika hadatsnya terus menerus keluar dari dirinya atau jeda antara hadats yg keluar, antara tetesan yg satu dg yg berikutnya tidak cukup jeda itu untk melakukan sholat fardhu dengan menjalankan rukun2 saja.
Tapi bila jeda antara najis yg keluar masih cukup untuk mengerjakan sholat maka ia wajib mengerjakan sholat diwaktu tersebut..

Disyaratkan juga untuk wudhu daimul hadats hal-hal berikut:
-Mendahulukan istinja sebelum wudhu
-Menyumpal dan membalut tempat keluarnya najis baik itu kelamin atau anggota tubuh lain.
-Tidak ada jeda antara istinja dan menyumpa
-Tidak ada jeda antara menyumpal dan membalut
-Tidak ada jeda antara mencuci anggota wudhu yg satu dengan yg berikutnya
-Tidak ada jeda antara wudhu dengan sholat

Tapi jeda karena menunggu jamaah sholat atau karena pergi kemasjid tidak mengapa.
Juga yang harus diperhatikan adalah bahwa wudhu daimul hadats hanya untuk satu sholat fardhu sehingga tidak boleh digunakan untuk dua sholat fardhu walaupun wudhunya belum batal.


Saturday, September 16, 2017

Syarat-syarat wudhu, menghilangkan najis 'ain dan tdk ada yg merubah air

Kembali kita lanjutkan pembahasan kita seputar syarat-syarat wudhu yg lain, yaitu:

- menghilangkan najis 'ain
Syarat yg satu ini tidak disepakati oleh semua ulama mazhab syafi'i, sebagiannya mensyaratkan tapi sebagiannya lagi tidak.
Menurut yg mensyaratkan syarat ini apa maksudnya?
Maksudnya, jika di anggota wudhu ada najis 'ain yg dapat hilang hanya dengan satu siraman maka menurut Imam Rofi'i yaitu yg mensyaratkan syarat ini, wajib menghilangkan najisnya dulu sebelum berwudhu tapi menurut Imam Nawawi yg tidak mensyaratkan syarat ini, najis tersebut tidak perlu dihilangkan terlebih dulu, tapi sah saja jika ia cuci najis itu dan disaat yg sama air itu juga mengangkat hadatsnya.

Begitu pula jika najisnya najis hukmiy yaitu najis yg sudah tidak lagi ada bau, warna dan rasanya tapi belum disucikan. Bisa hilang bau, warna dan rasanya dengan dibiarkan dalam waktu yg lama atau sebab lain.

Dari kedua pendapat diatas, pendapat Imam Nawawi-lah yang lebih kuat, karena seorang wanita bila memiliki hadats haidh dan janabah lalu ia mandi setelah suci dg niat mengangkat hadats keduanya maka cukuplah satu kali mandi mengangkat keduanya, lagi pula air yg masih berada di anggota badan belum dihukumkan musta'mal sampai ia menetes dan itu tidak ada bedanya antara najis 'ain dengan najis hukmiy, nah begitupun dalam masalah ini.
Ketika satu siraman dapat menghilangkan najis mk dapat jg mengangkat hadats karena air yg masih berada di anggota badan masih belum disebut air musta'mal sehingga ia dapat mengangkat hadats.

Tapi jika najis tersebut tdk dapat hilang dengan satu siraman air maka sepakat Imam Nawawi dan Imam Rofi'i harus menghilangkan najisnya dulu lalu kemudian barulah berwudhu.

- tidak ada sesuatu di anggota wudhu yg akan merubah sifat air.
Syarat ini juga diperdebatkan oleh para ulama mazhab imam syafi'i dan pendapat terkuat adalah yg menjadikannya syarat untuk ke-sahan wudhu seseorang.

Karena satu diantara syarat wudhu adalah air mutlak atau air suci mensucikan maka tidak boleh ada sesuatu dianggota wudhu yg dapat merubah sifat air baik warna, bau atau rasa.
Jika ada tinta dianggota wudhu yg dapat merubah warna air ketika ia mencucinya yg membuat airnya tidak lagi dinamakan air mutlak maka wudhunya tidak sah, jadi harus dibersihkan dulu tintanya sebelumnya.

Hukum make up wajah ketika wudhu
Make up yg digunakan oleh wanita di wajah mereka mempunyai hukum dalam kaitanya dengan ke-sahan wudhu sebagai berikut:
- jika make up yg digunakan tebal dan licin sehingga membuat air tidak dapat mengenai kukit wajah maka wudhu tidak sah dengan adanya make up sehingga harus di hilangkan terlebih dulu sebelumya.
- jika make upnya tipis sehingga tidak menghalangi air dari kulit wajahnya maka hukumnya sah dan sudah barang tentu juga tidak merubah sifat air ketika mencuci wajahnya.
Berkata imam Nawawi dalam kitab majmu' syarh muhadzdzab:
اذا كان على بعض اعضائه شمع او عجين او حناء واشباه ذلك فمنع وصول الماء الى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء كثر ذلك ام قل ولو بقي على اليد وغيرها اثر الحناء ولونه دون عينه او اثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت صحت طهارته
"Jika disebagian anggotanya ada lilin atau adonan yepung atau serbuk cacar atau semacam itu lalu hal itu mencegah air untuk sampai ke sebagian anggota tsb maka tidak sah bersucinya apakah sesuatu itu banyak atau sedikit.
Jika tersisa ditangan atau lainnya bekas pacar dan warnanya bukan ainnya (serbuknya) atau bekas gajih yg cair dimana air dapat menyentuh kulit anggota tsb dan mengalir diatasnya tapi tdk menetap maka sah bersucinya"



Tuesday, September 12, 2017

Syarat-syarat wudhu, tidak ada hal yg membatalkan dan mengetahui tata cara wudhu

Kembali kita membahas syarat-syarat wudhu yang berikutnya yg disebutkan oleh para ulama fiqih, yaitu:

- tidak ada hal yang membuat wudhunya batal.
Agar berwudhu menjadi sah seseorang harus suci dari haidh dan nifas, karena keduanya dapat membatalkan wudhu.
Begitupun menyentuh kemaluan harus dihindari baik ketika berwudhu atau setelahnya karena hal itu dapat membatalkan wudhu seseorang.
Begitu pula keluarnya air seni atau juga darah dari kemaluan, baik kemaluan depan ataupun belakang, harus juga dihindari karena hal itu dapat membatalkan wudhu.
Kecuali air seni yang keluar terus menerus dari kelamin seseorang yang sedang sakit yang disebutkan di dalam ilmu fiqih dengan istilah salis.
Yaitu penyakit dimana air seni terus keluar menetes sehingga antara tetesan yg satu dg tetesan berikutnya tidak cukup untuk memberikan kesempatan melakukan sholat tanpa ada tetesan najis yg keluar.
begitu juga darah yang keluar terus menerus dari kelamin seorang wanita ketika melebihi 15 hari atau yang disebut di dalam ilmu fiqih dengan istilah istihadhoh.
Di kedua masalah yang dikecualikan ini, hukum wudhu keduanya sah dan darah serta air seni yang keluar terus menerus tidak membatalkan wudhunya.
Tapi ketentuan wudhunya sedikit berbeda yang akan kita pelajari insya Allah dan kita bahas di artikel yang akan datang, baik dari segi niatnya atau dari segi waktu pelaksanaan wudhunya.

- memgetahui tatacara berwudhu
Diantara syarat sahnya wudhu yaitu mengetahui pasti cara berwudhu, maksudnya dapat membedakan antara yg fardhu dan yg sunnah yg ada didalam wudhu itu sendiri. Syarat ini dengan makna tersebut diperuntukkan untuk mereka yg sudah 'alim, batasan 'alim disini yaitu sudah belajar fiqih beberapa masa lamanya yg memungkinkan ia telah dapat membedakan antara yg fardhu dan yg sunnah.

Adapun untuk orang awam maka cukuplah buat mereka ketika mereka tidak meyakini bahwa yg fardhu itu adalah sunnah.
Misalnya: tidak meyakini bahwa mencuci kedua tangan adalah sunnah. Jika ia yakini itu sunnah maka tidak sah wudhunya, tapi selama ia tdk menyakini demikian maka sah wudhunya walaupun ia meyakini yg sunnah didalam wudhu itu adalah wajib, seperti: meyakini basuh kedua telinga adalah wajib.
Begitu juga tidak sah wudhunya jika ia menyakini bahwa semua yg ada didalam wudhu adalah sunnah.
Jika seseorang yg meyakini bahwa didalam wudhunya itu ada yg fardhu dan ada yg sunnah hanya dia tidak dapat membedakan antara keduanya lalu dia ditanya, apakah membasuh kepala itu wajib atau sunnah? Lalu ia menjawab tidak tahu, maka sah wudhunya.
Perincian ini juga berlaku didalam ibadah yg lain seperti sholat dan puasa.

Seseorang yg berwudhu juga wajib mengetahui apa yg mesti dicuci untuk menyempurnakan yg wajib, seperti mengetahui bahwa mencuci sikut ketika mencuci kedua tangan adalah hal yg wajib agar mencuci kedua tangannya menjadi sempurna.

Friday, September 8, 2017

Syarat-syarat wudhu, air mutlak dan tidak ada penghalang air

Syarat-syarat sah wudhu berikutnya yang dibahas oleh ulama fiqih adalah:

- air mutlak
Air mutlak disebut juga dengan air suci mensucikan. Maka tudaklah sah berwudhu dengan selain air seperti tanah, batu, kertas dll. Begitu juga tidak sah berwudhu dengan air yang najis seperti air seni, air nanah dll. Begitu juga tidak sah berwudhu dengan air yang musta'mal, yang yelah digunakan untuk mengangkat hadats dan atau menghilangkan najis. Sebagaimana tidak sah berwudhu dengan air yang telah berubah salah satu sifatnya seperti yang yelah dibahas pada artikel yg telah lalu.

Air mutlak ini sah digunakan untuk wudhu walaupun dihasilkan dari sangkaan atau perkiraan. Artinya kita masih boleh menggunakan air yg kita sangka dan belum sampai yakin bahwa air itu adalah air mutlak.

Seperti air mutlak yg kita hasilkan dari hasil ijtihad ketika ada dua bejana berisi air salah satunya adalah air mutanajjis tapi tidak diketahui mana yg terkena najis dari dua bejana yg berisi air tersebut. Ketika ijtihad kita menghasilkan kesimpulan bahwa salah satunya adalah suci dan yg lainnya mutanajjis maka kita boleh menggunakan air yg kita sangka suci untuk berwudhu dan wudhu kita sah selama tidak terbukti bahwa air yg kita gunakan untuk wudhu tersebut adalah ternyata air mutanajjis.

- tidak ada penghalang air
Maksudnya yaitu tidak ada sesuatu di anggota wudhu yg dapat menghalangi air membasahi anghota wudhu tersebut.
Maka keberadaan lilin misalnya bisa membuat wudhu tidak sah karena air tidak dapat membasahi anggota wudhu yg tertutupi oleh lilin.
Begitu pula termasuk yg dikategorikan sebagai penghalang air yaitu kotoran mata atau yg disebut oleh sebagian orang dg nama belek. Perlu semua kita perhatian terhadap kotoran mata ini ketika wudhu, terutamanya berwudhu di waktu subuh setelah bangun tidur, karena jika kurang waspada lalu ketika berwudhu kotoran mata ini tidak dihilangkan maka kemungkinan besar atau pastinya wudhunya tidak sah karena air terhalang oleh kotoran mata ini.

Hukum kotoran kuku
Diantara yg perlu di perhatikan juga yaitu kotoran kuku. Apakah wudhu sah jika dikuku ada kotorannya ataukah tidak?.
Ulama terbagi kepada tiga kelompok dalam permasalahan ini:
- sebagian berpendapat sah secara mutlak
- sebagian berpendapat tidak sah secara mutlak
- pendapat yg mu'tamad (terkuat) menyebutkan perincian sebagai berikut:
Jika kotoran itu berasal dari badan sendiri seperti daki misalnya maka kotoran ini ketika ada di bawah kuku tidak menghalangi ke-sahan wudhu tapi jika kotoran tersebut datang dari luar seperti tanah misalnya dan dapat dihilangkan maka ia dapat menghalangi ke-sahan wudhu artinya wudhu tidak sah dengan adanya kotoran ini dibawah kuku yg menghalangi sampainya air kekulit yg ada disana.

Hukum cutek (cat kuku)
Cat kuku yg terkadang di gunakan oleh sebagian wanita dg maksud menghiasi kuku mereka agar terlihat indah dan menarik, sudah tentu cat kuku ini menghalangi air sehingga tidak dapat membasahi kuku yg tertutup olehnya, dari sebab itu cat kuku ini harus dihilangkan sebelum berwudhu agar wudhunya sah.
Lain halnya dengan pacar, ia hanyalah warna yg tertinggal di kuku ketika serbuk pacarnya sudah kering lalu di copot sehingga warna pacar ini tidak menghalangi air.
Perlu diperhatikan, yg kita bahas adalah pacarnya yg berwarna kemerah-merahan bukan serbuk pacar yg menempel di kuku untuk menghasilkan warna pacar. Adapun serbuk pacar hukumnya sama dengan cat kuku diatas.


Monday, September 4, 2017

Syarat-syarat wudhu, islam dan tamyiiz

Diantara sekian syarat-syarat yg harus dipenuhi agar disahkan wudhu seseorang yaitu:
- beragama islam
Karena wudhu adalah ibadah maka sudah pastinya disyaratkan seseorang yg melaksanakannya beragama islam untuk ke-sahan wudhunya.
Maka seorang non muslim tidaklah sah jika ia melakukan wudhu, itu dikarenakan wudhu ini memerlukan niat dalam pelaksanaanya sedangkan niat sah bila yg melakukannya seorang muslim.
Namun ada beberapa hal didalam syariat yg dikecualikan dimana seorang non muslim sah melakukannya padahal hal-hal itu perlu niat.
Diantaranya adalah mandi, seorang wanita non muslim ketika suci dari haidh dan ia bersuamikan seorang muslim maka ia wajib mandi untuk dapat dicampuri oleh suaminya, ketika ia mandi tentulah ia perlu berniat, disaat itulah niatnya di sahkan sehingga mandinya disahkan sehingga boleh suaminya mencampurinya setelah itu.
Walaupun ia non muslim tapi dalam masalah ini niat mandinya disahkan.
Walaupun niatnya disahkan untuk mandinya ini tapi jika ia masuk islam ia wajib memgulang mandinya.

Mungkin ada yg bertanya-tanya, kok didalam contoh itu disebutkan non muslim menikah dg seorang laki-laki muslim apakah boleh?
Itu bisa terjadi dan disahkan jika wanita non muslimnya ahlul kitab dan tentunya ada syarat-syarat yg sulit terpenuhi saat ini untuk dibolehkan dan disahkannya seorang laki-laki muslim menikahi wanita ahlul kitab. Kita akan bahas hal ini diwaktunya nanti insya Allah.

Syarat yg berikutnya adalah:
- sudah mencapai umur tamyiiz.
Seorang anak yg belum mencapai umur tamyiz tdk sah melakukan wudhu. Ada satu permasalahan yg dikecualikan dimana wudhu anak kecil yg belum tamyiz disahkan sehingga ibadahnyapun sah, yaitu anak kecil yg melakukan ibadah haji lalu di wudhukan oleh walinya ketika akan melakukan thawaf. 

Pada umur berapa seorang anak disebut telah tamyiz?
Dalam hal ini ulama tidak memberikan batasannya dengan umur melainkan mereka memberikan batasannya dengan cara lain. Ada beberapa pendapat ulama dalam menentukan batasan tamyiz sebagai berikut:
1. Sudah mampu makan sendiri, minum sendiri dan istinja sendiri
2. Sudah dapat membedakan mana kanan dan kirinya
3. Sudah mampu memahami ucapan dan mampu menjawab
4. Sudah dapat membedakan antara arang dan Kurma
Dari sekian pendapat ulama diatas, pendapat yg terkuat adalah pendapat pertama yaitu yg sudah mampu makan sendiri, minum sendiri dan istinjaa sendiri, ketika itulah seorang anak dinamakan sudah tamyiz, terkadang ia berumur 6 tahun terkadang 7 tahun bahkan terkadang 5 tahun. Jadi tidak ditentukan dengan umur tertentu.

Sebagaimana anak yg belum tamyiz tidak sah berwudhu begitu juga orang gila tidak sah wudhunya karena kehilangan kesadarannya, kecuali satu hal yaitu wanita gila yg telah suci dari haidh lalu dimandikan agar suaminya boleh mencampurinya.

Untuk syarat-syarat lainnya kita akan bahas di artikel berikutnya insya Allah.