tipis

Saturday, May 27, 2017

Mengenal lebih dalam mengenai air musta'mal

Diartikel sebelumnya telah disinggung sedikit tentang air musta'mal, apa maknanya dan apa hukumnya.
Kali ini kita akan lebih lagi mengenal air musta'mal lebih dalam.

Air musta'mal hukumnya suci tapi tidak dapat lagi digunakan untuk bersuci baik untuk bersuci dr hadats ataupun dr najis dan air menjadi musta'mal bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Airnya sedikit.
Bila airnya banyak maka tidak dinamakan air musta'mal tapi ia air suci mensucikan dan bila air musta'mal itu sedikit lalu di satukan dengan air musta'mal lainnya yg sedikit sehingga menjadi banyak ( 2 kullah atau lebih ) maka ia menjadi suci mensucikan.

2. Digunakan untuk bersuci yg fardhu. Adapun jika air itu digunakan untuk hal yg sunnah seperti air basuhan kedua dan ketiga sewaktu berwudhu atau mandi wajib, seperti wudhu dan mandi sunnah maka air itu suci mensucikan karena ia tidak mengangkat hadats ataupun najis.

3. Telah terpisah dari anggota badan. Air yg masih mengalir dibadan seseorang ketika mandi wajib atau di anggota tubuh seseorang ketika berwudhu maka bukanlah dinamakan air musta'mal sampai ia menetes dan terlepas dr badan atau anggota wudhunya atau terlempar ke anggota tubuh lainnya kecuali jika air itu terlempar kebagian badan yg sewajarnya seperti terlempar dari telapak tangan ke lengan atau dari kepala ke dada maka air itu belum dinamakan air musta'mal walaupun ia sdh terlepas dr tempat air itu berasal adapun jika air itu terlempar ke tempat yg tudak wajar seperti dari kepala terlempar ke kaki maka dinamakan air itu musta'mal.

4. Tidak adanya niat ightiroof.
Dengan tidak niat ightiroof maka air yg berada diwadah sedikit menjadi musta'mal.

Mungkin banyak dari kita yg masih asing dengan istilah atau kalimat ightiroof. Ightiroof menurut bahasa artinya menciduk, sebab itu gayung disebut mighrofah karena ia alat untuk menciduk air.
Apa maksudnya niat ightiroof?
Maksudnya ketika seseorang berwudhu dan setelah mencuci wajahnya 3x atau sekali jk ia hanya ingin mencucinya sekali lalu ia gunakan kedua telapak tangannya atau salah satunya untuk menciduk air dari air yg sedikit (kurang dari 2 kullah) dan ketika ia masukkan telapak tangannya ia tidak berniat ightiroof yakni bermaksud mencuci tangannya didalam wadah air itu dan tidak bermaksud mencucinya diluar wadah dg air yg diambilnya dg telapak tangannya maka jadilah air sedikit yg berada diwadah tsb menjadi air musta'mal walaupun ia belum mengeluarkan telapak tangannya dr dalam wadah air itu, tapi selama telapak tangannya masih didalam air maka ia masih boleh menggunakan air tsb dg menggerak-gerakkannya 3x dan setelah mengeluarkan telapak tangannya boleh juga ia menggunakan air sisa yg ada ditelapak tangannya untk digunakan di sisa tangannya karena air itu belum terlepas dari tangannya.

Perhatian: sama hukumnya dg menciduk air dari wadah air yg sedikit yaitu menadah air dengan kedua telapak tangan yg keluar dari kran air atau gayung air atau ketel air dan semacamnya.

Syekh Sulaiman Alkurdi mengatakan didalam hasyiyah beliau bahwa kebanyakan orang bahkan orang awam sekalipun ketika memasukkan tangannya kedalam wadah air sewaktu berwudhu maksudnya adalah mencuci tangannya diluar wadah dan itulah hakekat niat ightiroof.

Berkata syekh umar bamakhromah: "ulama jangan memperberat orang-orang awam dg memfatwakan kepada mereka tidak wajibnya niat ightiroof".

Penulis: khairullah ramli.




Sunday, May 14, 2017

HUKUM BENDA CAIR SELAIN AIR KETIKA TERKENA NAJIS

Hal yg sudah kita maklumi bersama bahwa setiap air pastilah benda cair dan tidak setiap benda cair adalah air. syirup adalah benda cair dan ia bukanlah air dan sebaliknya air sungai adalah air dan ia juga benda cair.

karena air dan benda cair adalah dua kata yang tidak selalunya berdampingan maka air memiliki hukum tersendiri dan benda cair selain air juga mempunyai hukum tersendiri. 

Ketika benda cair selain air kejatuhan najis yg tidak di maaf baik benda cairnya sedikit ataupun banyak maka iapun menjadi mutanajjis walaupun tidak berubah salah satu sifatnya dan tidak bisa lagi setelahnya disucikan. Lain halnya jika najis yg jatuh kedalamnya termasuk kategori najis yg dimaaf maka ia tidak menjadi mutanajjis kecuali jika berubah salah satu sifatnya.

Maka syirup yg jatuh kedalamnya najis yg tidak dimaaf menjadi mutanajjis hunkumnya walaupun syirup itu banyak Dan tidak bisa lagi Disucikan setelahnya.

Hukum ini berdasarkan hadits Nabi SAW  riwayat Abu Dawud dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban bahwa Nabi ditanya tentang bangkai tikus yg jatuh kedalam minyak samin lalu beliau berkata: "jika minyak saminnya minyak beku maka buanglah bangkainya dan minyak yg di sekiling bangkainya dan jika minyak saminnya cair maka jangan kalian dekati lagi..!!" disebutkan didalam riwayat lainnya "maka tumpahkanlah..!!"

Didalam hadits ini dijelaskan bahwa Rasul menyuruh sahabatnya untuk membuang minyak cair tersebut ketika kejatuhan najis bangkai tikus dg menumpahkannya dan itu menunjukkan bahwa minyak tersebut tidak lagi dapat disucikan karena jika masih dapat disucikan tidak akan beliau memerintahkan itu karena itu sama saja membuang-buang harta dan itu mubazzir tdk diperbolehkan.

Berkata para ulama diantaranya syekh ibnu hajar didalam kitab tuhfatul muhtaaj syarah minhaaj bahwa perintah membuangnya jika memang ia tidak ingin lagi memanfaatkannya setelah terkena najis tapi jika ia ingin memanfaatkannya untuk sesuatu hal lain seperti untuk bahan bakar api untuk penerangan atau diberikan sebagai makanan binatang dll, maka jangan ia membuangnya tapi ia simpan untuk diambil manfaatnya.

Didalam riwayat imam tirmidzi disebutkan bahwa Nabi ditanya tentang bangkai tikus yg jatuh kedalam minyak samin yg cair lalu beliau menjawab: "jadikan itu oleh kalian sebagai bahan bakar lampu atau ambillah manfaatnya oleh kalian..!!"

Khusus minyak cair ada pendapat yg mengatakan bahwa minyak tersebut bisa disucikan kembali dg mencucinya, cara mencucinya sebagai berikut:
Minyak diletakkan didalam suatu wadah seperti tong atau ember atau semacamnya lalu dimasukkan kedalamnya air yg banyak lalu diaduk sampai rata kemudian dibiarkan sehingga air dan minyak terpisah kembali, ketika air sudah di bawah dan minyak diatas secara terpisah maka buatlah lubang dibagian wadah tersebut untuk mengeluarkan airnya, selesai sudah dan minyak kembali menjadi suci.

Perhatian: 
- minyak yg dapat disucikan lagi menurut pendapat ini jika najis yg jatuh kedalam minyak itu najis yg tidak berminyak seperti air seni dll.
Tapi jika najis yg jatuh najis yg berminyak seperti lemak bangkai dll maka ulama sepakat mengatakan tidk lagi bisa disucikan.
- seperti syirup, kecap dll jika terkena najis maka sepakat ulama tdk bisa lagi disucikan.  Adapun yg mengatakan bisa disucikan dg cara diatas maka itu hanya untuk minyak saja.

Penulis: khairullah ramli.

Saturday, May 6, 2017

Hukum Air Bekas Cucian Najis

Ketika baju kita terkena najis mutawassithoh (najis sedang) tentunya kita akan membersihkannya dengan cara yg telah dijelaskan di artikel yg lalu, yaitu mencucinya sampai hilang najis dan semua sifatnya baik baunya, warnanya dan rasanya.

Yg akan kita bahas disini adalah apakah hukum air bekas cucian najis tersebut? Kapan bajunya menjadi suci? Apakah ada keterkaitan hukum antara baju yg dicuci dan air bekas cucian najis tersebut?. Untuk mengetahui jawabannya mari kita membahasnya.

Ulama menyebutkan bahwa air bekas cucian najis yg SEDIKIT menjadi suci hukumnya jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Tempat najis itu bertempat telah menjadi suci. Dalam contoh diatas yaitu baju yg terkena najis.
2. Air bekas cucian itu tidak berubah sifat-sifatnya, baik baunya, warnanya atau rasanya.
3. Tidak bertambah kadar air cuciannya dari sebelumnya setelah diperhitungkan juga air yg terserap oleh baju dan kotoran yg dikeluarkan oleh baju tsb.
Jika memenuhi syarat-syarat diatas maka air bekas cucian najis menjadi suci tapi tidak mensucikan dan bajunyapun menjadi suci.

Tapi jika tidak terpenuhi salah satunya maka air cucianpun menjadi NAJIS dan bajupun masih dihukumkan NAJIS.

Lebih jelasnya ketika tidak terpenuhi syarat-syaratnya rinciannya sebagai berikut:
- tempat najis itu (baju misalnya) belum menjadi suci
- berubah salah satu sifat air bekas cuciannya, baik baunya yg berubah atau warnanya atau rasanya.
- kadar airnya bertambah dari yang sebelumnya.
Dalam 3 kondisi diatas maka hukum airnya menjadi NAJIS begitu pula bajunya. Maka jika airnya najis bajunyapun najis walaupun sudah tidak ada bekas-bekas najisnya begitupun jika bajunya masih najis karena masih belum hilang najisnya atau ketiga sifatnya maka airpun najis walaupun tidak bertambah kadarnya atau tidak berubah sifatnya.

Apa maksudnya bertambah atau tidak bertambah?. Lebih jelasnya perhatikan contoh dibawah ini.

Contoh peristiwa: Jika air yg digunakan untuk mencuci najis yg disiramkan keatas baju bernajis itu banyaknya 3 lt lalu air yg diserap oleh baju sebanyak 1/2 lt dan kotoran yg dikeluarkan oleh baju itu sebanyak 1/4 lt lalu air cucian bekas najis yg dihasilkan yg ditampung di wadah yaitu sebanyak 2 3/4 lt maka berarti air itu tidak bertambah.
Tapi jika air bekas cucian yg dihasilkan adalah sebanyak 3 lt juga maka berarti airnya bertambah dan hal itu membuat airnya menjadi NAJIS dan baju yg dicucinyapun menjadi NAJIS.

Adapun jika air bekas cucian itu BANYAK maka ia menjadi suci dg hanya 1 syarat yaitu: airnya tidak berubah, jika airnya berubah maka ia menjadi najis.

Sangat perlu diketahui bahwa mengetahui bertambah tidaknya air bekas cucian najis tersebut tidak harus dipastikan dg ditakar sehingga diketahui pastinya, ulama mengatakan cukup diketahui bertambah tidaknya dengan perkiraannya saja.


Penulis: khairullah ramli

Monday, May 1, 2017

Cara membersihkan najis ringan, sedang dan berat.

Para ulama fiqih membagi najis kepada 3 bagian:
1. Najis ringan (mukhoffafah)
2. Najis sedang (mutawassithoh)
3. Najis berat (mughollazhoh)
Ketiga najis diatas mempunyai cara-cara tersendiri dalam membersihkannya. Kali ini kita akan membahas satu persatu cara membersihkan ketiga najis diatas.

Najis ringan (mukhoffafah)
Najis ringan atau dalam istilah fiqihnya disebut mukhoffafah adalah air seni (pipis) anak bayi yang memenuhi syarat-syarat berikut:
- air seni bayi laki-laki
- berumur kurang dari 2 tahun
- belum makan makanan selain susu yang bertujuan untuk pertumbuhannya
Bila memnuhi syarat diatas maka air seni bayi tersebut termasuk dalam golongan najis ringan.

Adapun air seni bayi perempuan bukanlah termasuk dalam kategori najis ringan tapi masuk dalam kategori najis sedang (mutawassithoh).
Begitu pula jika bayi laki-laki itu sudah berumur 2 tahun atau lebih atau jika sudah diberikan makanan selain susu baik itu buah2an atau nasi bayi atau lainnya maka disemua hal itu najisnya menjadi najis sedang (mutawassithoh).

Lain halnya jika sibayi laki-laki yg belum berumur 2 tahun diberikan obat untuk kesembuhan penyakitnya atau di tahnik dg kurma maka makanan itu tdk mempengaruhi status air seninya artinya masih di katagorikan najis ringan (mukhoffafah) karena makanan itu diberikan bukan untuk mengenyangkan dan bukan untuk tujuan pertumbuhannya.

Najis berat (mughollazhoh)
Najis berat atau yg disebut juga dg najis mughollazhoh adalah najis anjing dan babi dan keturunan keduanya atau keturunan salah satunya.

Najis sedang (mutawassitoh)
Najis sedang ini adalah semua najis selain najis ringan dan berat.

Cara menghilangkan najis
1. Cara menghilangkan najis ringan yaitu air seni bayi laki-laki yg memenuhi syarat, caranya sebagai berikut:
- keringkan benda padat yg terkena pipis bayi ini atau diperas dengan kuat sehingga tidak lagi meneteskan air, ini dilakukan untuk menghilangkan 'ain najisnya
- cipratkan air ketempat najis berada secara merata sampai hilang bau, warna dan rasanya
- benda yg terkena najis sudah kembali suci

Perhatian: 
• air seni yg ada tidak bercampur dengan benda cair lain sebelum dicipratkan dan jika bercampur dengan benda cair lain maka wajib di cuci dan tidak cukup hanya di cipratkan dg rata
• mencuci najis ringan (mukhoffafah) lebih afdhol dari mencipratkannya secara merata disebabkan sebagian ulama berpendapat wajib mencuci najis ringan maka keluar dari lingkaran perbedaan pendapat ulama (alkhuruj minal khilaf) lebih afdhol.

2. Cara memghilangkan najis sedang (mutawassithoh).
Najis ini terbagi dua, hukmiyyah dan 'ainiyyah.

Najis hukmiyyah artinya najis yang masih ada jirimnya (benda najisnya) yg tidak terlihat tapi sudah tidak ada sifatnya baik bau, warna atau rasanya. Contoh: air seni orang dewasa yg sudah kering, jika diperas sudah tidak ada lagi yg menetes dan sudah tdk lagi ada baunya, warnanya dan rasanya.

Najis semacam ini cara menghilangkannya cukup dengan di alirkan air ke atasnya bahkan jika air mengalir keatasnya tanpa perbuatan seseorang seperti air hujan yg mengalir keatasnya sudahlah cukup.

adapun najis 'ainiyyah yaitu najis yg masih ada jirimnya (benda najisnya) dan sifat-sifatnya baik bau, warna dan rasa.
cara menghilangkan najis 'ainiyyah yaitu harus menghilangkan benda najisnya dan sifatnya walaupun dengan bantuan sabun.
lebih jelasnya sebagai berikut: jika kain terkena najis mutawassithoh maka untuk mensucikannya bersihkanlah terlebih dulu najisnya dg menyiramkan air keatasnya lalu gosok-gosoklah dengan ujung jari sambil di siram dengan air maksimal tiga kali sampai hilang semua sifat-sifatnya, setelah itu ia sudah menjadi suci.

jika ada sifat najis itu yg tidak mau hilang setelah di gosok-gosokkan ujung jari kita sebanyak tiga kali sambil di siram dengan air maka kita lihatlah.. jika yg tersisa dan tidak hilang adalah baunya saja atau warnanya saja maka itu tidaklah berbahaya artinya ia sudah dikatakan suci.
tapi jika keduanya yg masih tersisa dan tidak dapat dihilangkan gunakanlah sabun untuk menghilangkannya, lalu jika telah hilang jadilah suci tapi jika tidak juga mau hilang kedua sifat tersebut (warna dan bau) walaupun telah digunakan sabun atau semacamnya maka ia di maaf artinya statusnya masih najis tapi di maafkan dan sholatnya sah bila menggunakanya

begitu pula jika rasanya yg tidak dapat hilang walaupun telah di gunakan sabun, ia masih najis tapi najisnya dimaaf.

Ringkasnya: jika tidak dapat hilang warna dan bau itu kecuali setelah diberikan sabun maka ia telah menjadi suci tapi jika tidak juga hilang setelah digunakan sabun atau semacamnya dan tidak dapat dihilangakan kecuali dengan mengguntingnya maka ia masih tetap najis tapi di maaf.
begitu pula sama hukumnya jika yg tidak dapat hilang adalah rasanya saja.

3. cara menghilangkan najis berat (mughollazhoh).
cara menghilangkannya yaitu mencucinya dengan air sebanyak 7 kali dan salah satunya dicampur dengan tanah berdebu, artinya 6 kali siraman dengan air murni dan 1 kali siraman dengan air yg dicampur dengan tanah berdebu, yaitu tanah yg sah digunakan untuk tayammum.

memulai hitungan 7 kali siraman tersebut yaitu setelah hilangnya najis berat tersebut berserta sifat-sifat najis itu baik bau, warna dan rasanya. adapun jika belum hilang najisnya dan sifat-sifatnya maka belum bisa dimulai hitungan itu.

mencampur salah saru air siraman itu dengan tanah berdebu bisa dilakukan di siraman pertama atau siraman pertengahan atau siraman terakhir tapi yg lebih afdhol adalah dicampur pada siraman pertama sebab ada ulama yg mewajibkan dicampur di siraman pertama.

cara mencampur:
cara yg paling afdhol adalah mencampur air dengan tanah berdebu itu sebelum disiramkan keatas najis tadi lalu setelah tercampur keduanya didalam suatu bejana barulah kemudian ia siramkan ke atas benda yg terkena najis tadi
cara kedua, diletakkan tanah berdebu itu diatas benda yg terkena najis berat ini lalu menyiramnya dengan air
cara ketiga, menyiramnya terlebih dahulu lalu meletakkan tanah berdebu itu diatasnya dan mencarmpurnya.

penulis: khairullah ramli