tipis

Sunday, December 24, 2017

SUNNAH-SUNNAH WUDHU, membaca bismillah

Sunnah-sunnah didalam wudhu banyak sekali seperti halnya didalam sholat banyak sekali hal-hal yang disunnahkan. Dalam hal ini penulis akan menyuguhkan pembahasan sebagian sunnah-sunnah yang ada didalam wudhu yang bisa penulis bahas. Yang pertama adalah:
-mengawali wudhu dengan membaca bismillah.
Menurut sebagian ulama terutamanya syekh Ibnu Hajar Alhaitamiy bahwa membaca bismillah adalah sunnah pertama dalam wudhu dan bukanlah bersiwak, tapi jika tidak dibaca diawal wudhunya maka masih disunnahkan untuk dibaca dipertengahan wudhu bahkan sebagian ulama masih mensunnahkan membaca bismillah seusai membaca doa wudhu jika tidak dibaca bismillah ini diawal wudhu atau dipertengahannya dengan syarat tidak terlalu lama jeda antara selesai membaca doa setelah wudhu dan membaca bismillah setelahnya.

Membaca bismillah diawal wudhu hukumnya sunnah dalam mazhab imam Syafii, maliki dan hanafi dan wajib dalam mazhab imam Ahmad bin Hambal dalam salah satu riwayatnya. Adapun dalil kesunnahannya adalah sebagai berikut:

1. Wudhu merupakan perkara yang penting dalam agama dan segala perkara yang penting dalam agama disunnahkan dimulai dengan bismillah sebagaimana disebutkan dalam hadits
كل امر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم فهو اقطع وفي رواية ابتر وفي رواية اجزم
“Segala perkara yang penting dalam syariat yang tidak dimulai dengan bismillah maka perkara itu adalah kurang berkah”

2. Hadits dho’if (lemah) yang diriwayatkan oleh sayyidina Abdullah bin Umar yang dikeluarkan haditsnya oleh Addaruquthni dan Albaihaqi bahwa Nabi bersabda:
من توضأ وذكر اسم الله عليه كان طهورا لجميع بدنه ومن توضأ ولم يذكر اسم الله عليه كان طهورا لما مر عليه الماء
“Barang siapa berwudhu dan ia menyebut nama Allah pada wudhunya niscaya wudhu tersebut mensucikan seluruh badannya (dari dosa) dan barang siapa berwudhu dan ia tidak menyebutkan nama Allah pada wudhunya niscaya wudhu tersebut mensucikan anggota yang dilewati oleh air (wudhunya)”.
Hadits ini menunjukkan bahwa membaca bismillah tidaklah wajib (lihat kitab albayan karya Al’imroni)

3. Hadits dengan sanad jayyid yg diriwayatkan oleh sayyidina Anas dan dikeluarkan oleh Annasa’i bahwa para sahabat Nabi mencari air untuk berwudhu tapi mereka tidak dapatkan lalu Nabi berkata: “apakah salah seorang dari kalian ada yang memiliki sedikit air?” lalu didatangkan air didalam sebuah bejana maka beliau memasukkan tangannya kedalam bejana berisi air tersebut lalu berkata: “berwudhulah dengan membaca bismillah!” Maka aku lihat air memancar dari sela-sela jari Nabi sehingga berwudhulah tidak kurang dari 70 orang sahabat”
Didalam hadits disebutkan bahwa nabi perintahkan mereka berwudhu dengan membaca bismillah. (Lihat kitab i’anatut tolibin)

Itulah dalil-dalil yang menyatakan sunnahnya mengawali wudhu dengan bismillah, bahkan ulama mengatakan walaupun air yang digunakan wudhu itu air curian maka masih disunnahkan membaca bismillah diawalnya walaupun hukum wudhunya haram.

Tuesday, December 5, 2017

RUKUN WUDHU, tertib atau berurutan.

Tibalah kita pada rukun yg terakhir sekali yg disebutkan oleh ulama fiqih yaitu tertib atau berurutan.
Adapun rukun terakhir yg disebutkan dalam alqur’an secara tekstual adalah mencuci kedua kaki sebagaimana telah disinggung dalam tulisan sebelumnya.

Rukun tertib atau berurutan ini diambil oleh ulama dari beberapa hal yg menjadi dalilnya:
1. Dari perbuatan Rasulullah SAW ketika beliau berwudhu karena tidaklah beliau berwudhu melainkan secara tertib atau berurutan
2. Dari ucapan Nabi pada haji wada’ ketika para sahabatnya berkata kepada beliau: “kita mulai dari shafa atau marwah?” Lalu beliau menjawab: “mulailah kalian dengan apa yg dimulai oleh Allah” dan Allah memulainya dengan shafa baru kemudian marwah didalam firmanNya:
ان الصفا والمروة من شعائر الله
“Sungguh shafa dan marwah adalah bagian dari syiar-syiar Allah”

Walaupun hal diatas itu terjadi pada masalah haji tapi didalam kaidah disebutkan: 
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
“Yg menjadi patokan adalah lafazh yg bersifat umum bukan sebab yg bersifat khusus”
Maka ketika Allah menyebutkan ayat wudhu memulainya dengan menyebutkan wajah lalu tangan lalu kepala lalu kaki maka kitapun wajib mengikuti apa yg dimulai oleh Allah dalam ayatNya.
3. Dari disebutkannya kewajiban mengusap sebagian kepala diantara kewajiban mencuci anggota wudhu yg lainnya didalam ayat wudhu dalam alqur’an, dan orang-orang Arab tidak memisahkan hal-hal yg sejenis melainkan ada makna disana dan makna yg dimaksud dalam ayat wudhu yaitu kewajiban tertib atau berurutan dalam berwudhu.
Dari 3 hal diataslah diambil kewajiban tertib atau berurutan dalam wudhu sehingga dijadikan sebagai rukun wudhu.

Ketika tertib atau berurutan menjadi rukun wudhu maka jika seseorang mencuci ke empat anggota wudhunya secara bersamaan dg dilakukan pencucian setiap anggotanya oleh 4 orang yg masing-masing mencuci satu anggota wudhu maka yg sah dari ke empat anggota yg dicuci tersebut hanya mukanya saja sedangkan yg lainnya harus diulang karena tidak adanya rukun tertib.

Tapi berurutan ini menjadi wajib  jika pada diri seseorang tidak ada hadats besarnya, adapun jika pada dirinya ada hadats besar maka gugurlah kewajiban tertib ini karena hadats kecilnya digabungkan kedalam hadats besar sehingga jika ia mandi hadats besar dan ia juga memiliki hadats kecil cukuplah dengan mandi tersebut ia telah mengangkat hadats besar dan kecil.

Bahkan jika seseorang memiliki hadats besar lalu ia mandi dan mencuci semua badannya kecuali anggota wudhunya dan setelah itu baru ia cuci anggota wudhunya maka tidak diwajibkan tertib ketika mencuci anggota wudhu.



Thursday, November 16, 2017

RUKUN WUDHU, mencuci kedua kaki

Kali ini kita akan membahas rukun wudhu yang terakhir yang tersebutkan dalam alqur’an yaitu mencuci kedua kaki sampai dengan kedua mata kaki.
Dimasukkan kedalam rukun wudhu karena memang tersebutkan didalam alqur’an dalam ayat wudhu, yaitu firman Allah yang berbunyi:
وارجلكم الى الكعبين (cucilah kaki-kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki).

Huruf waw yang bermakna ‘athaf membuat adanya perbedaan qirooat atau bacaan dalam ayat ini. Dalam qirooat Nafi’, Ibnu ‘Amir, Alkisai dan hafash dibaca dengan menashobkan ارجلكم (dibaca dengan fathah lam) dan dalam qiroat lainnya dibaca dengan menjarkan ارجلكم (dibaca dengan kasroh lam).

Dengan mengikuti qiroat yang memfathahkan lam maknanya jelas bahwa kaki termasuk bagian anggota wudhu yang wajib di basuh bukan di usap, artinya air harus mengalir disitu, karena dalam bacaan ini kalimat ارجلكم jelas-jelas dikembalikan pengelompokkannya kepada kalimat وجوهكم dan ايديكم sehingga jelas maknanya bahwa kaki juga wajib dibasuh seperti wajah dan tangan. Adapun jika mengikuti qiroat yang mengkasrohkan lam maka sebagian ulama mengartikannya bahwa kaki wajibnya diusap seperti ketika mengusap sebagian kepala hanya saja kewajiban tersebut ada sewaktu menggunakan sepatu khuff ketika berwudhu, ada juga yang mengartikan bahwa mash (mengusap) yang dimaksud pada kaki adalah membasuhnya dengan ringan karena orang-orang arab menamakan basuhan ringan dengan nama mash.

Diantara rahasia kenapa disebutkan kewajiban membasuh kaki belakangan padahal jika dikumpulkan bagian anggota yang wajib di basuh dalam satu kelompok lalu mengusap sebagian kepala disebutkan di akhir sebagai kelompok lainnya maka akan lebih rapi karena tidak diselipkan yang wajib diusap diantara yang wajib dibasuh, diantara rahasianya adalah bahwa hal tersebut memberikan isyarat kewajiban lain yang menjadi rukun wudhu yaitu rukun tertib, karena jika tertib bukanlah rukun niscaya tidak akan diselipkan yang wajib diusap diantara kelompok yang wajib dibasuh.

Dalil hadits kewajiban membasuh kaki 
Diantara hadits yang mewajibkan dicucinya kaki ketika berwudhu yaitu hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim dalam shohih beliau dari sayyidina ‘Amr bin Absah assalamiy dalam hadits yang panjang di akhir hadits beliau bersabda:

ما منكم رجل يقرب وضوءه فيتمضمض، ويستنشق فينتثر إلا خرت خطايا وجهه، وفيه وخياشيمه، ثم إذا غسل وجهه كما أمره الله، إلا خرت خطايا وجهه من أطراف لحيته مع الماء، ثم يغسل يديه إلى المرفقين، إلا خرت خطايا يديه من أنامله مع الماء، ثم يمسح رأسه، إلا خرت خطايا رأسه من أطراف شعره مع الماء، ثم يغسل قدميه إلى الكعبين، إلا خرت خطايا رجليه من أنامله 
مع الماء، فإن هو قام فصلى، فحمد الله وأثنى عليه ومجده بالذي هو له أهل، وفرغ قلبه لله، إلا انصرف من خطيئته كهيئته يوم ولدته أمه

“Tidaklah seseorang dari kalian berwudhu lalu ia berkumur-kumur dan memasukkan air kehidungnya kemudian mengeluarkannya melainkan dosa-dosa wajahnya, mulutnya dan hidungnya berguguran, lalu jika ia membasuh wajahnya seperti yang diperintahkan Allah  berguguran dosa-dosa wajahnya dari ujung jenggotnya bersamaan dengan air, kemudian (tidaklah) ia basuh kedua tangannya sampai sikutnya melainkan berguguran dosa-dosa kedua tangannya dari jari-jarinya bersamaan dengan air, kemudian (tidaklah) ia sapu kepalanya melainkan berguguran dosa-dosa kepalanya dari ujung rambutnya bersamaan dengan air, kemudian (tidaklah) ia cuci kedua kakinya sampai kedua tumitnya melainkan berguguran dosa-dosa kedua kakinya dari jari-jari kakinya bersamaan dengan air, jika ia berdiri melakukan sholat lalu ia bertahmid dan memuji Allah serta mengagungkanNya dengan yang layak bagiNya dan ia kosongkankan hatinya hanya untuk Allah melainkan ia pergi menjauh dari dosa-dosanya seperti keadaannya dihari ia dilahirkan oleh ibunya”

Hadits ini menunjukkan kewajiban mencuci kaki seperti juga dikatakan demikian oleh imam Baihaqi, begitu juga semua yang ada didaerah kaki sampai kedua mata kaki termasuk kuku, celah-celah kulit yang terbelah karena kering atau sebab lainnya, rambut- rambut yg ada dikaki begitu juga daging tumbuh dikaki.

Hukum duri yang masuk kedalam kulit kaki
Terkadang ketika kita berjalan khususnya jika tanpa alas kaki, kaki kita tertusuk duri dan semacamnya. Duri yang menusuk kaki ini mempengaruhi hukum berwudhu seseorang karena kaki termasuk bagian anggota yang wajib dibasuh dalam wudhu.

Mengenai hukum membasuh kaki ketika tertusuk duri, ulama memberikan perinciannya sebagai berikut:
-jika sebagian duri yang menusuk kaki ada diluar kulit dan sebagiannya ada didalam kulit.
Dalam kondisi ini ulama mengatakan wajib mencabut duri tersebut dari kakinya sehingga air dapat mengenai seluruh kulitnya karena jika tidak dicabut maka akan ada kulit yang terhalang oleh duri sehingga air tidak dapat membasahi seluruh kulit kaki dan hal itu dapat membuat wudhu seseorang tidak sah.

-jika seluruh duri masuk kedalam kulit dan tidak ada yang tersisa diluar.
Dalam kondisi ini tidak wajib mencabut duri tersebut dan sah wudhunya jika ia biarkan duri tetap didalam kulit dan langsung berwudhu.





Saturday, October 28, 2017

RUKUN WUDHU, Mengusap sebagian kulit kepala atau rambut

Rukun wudhu yg ke-empat yaitu mengusap sebagian kulit kepala atau sebagian rambut walaupun hanya sedikit yg diusap.

Yg dimaksud dengan mengusap disini yaitu terbasahinya sebagian kulit kepala atau sebagian rambut baik dengan dibasuh atau diusap atau cara lainnya. Dari itu jika ia letakkan tangannya yg basah diatas kepalanya lalu membasahi kulit kepalanya maka itu sudah cukup walaupun ia tidak bertujuan mengusap kulit kepalanya.

Begitu juga bila ia letakkan selembar sapu tangan diatas kepalanya lalu ia ambil air dg tangannya dan ia basahi sapu tangan itu dengan air tersebut sehingga membasahi kulit kepalanya maka itupun sudah cukup.

Didalam mazhab imam Syafi’i cukup mengusap sedikit saja kulit kepala atau rambut ketika berwudhu tapi disunnahkan agar kita mengusap seluruhnya karena didalam mazhab lain berbeda kadar yg harus di usap ini.
Didalam mazhab imam Malik wajib mengusap seluruh kepala, didalam mazhab imam Abu Hanifah diwajibkan mengusap seperempat kepala, dengan adanya perbedaan ini maka disunnahkanlah di dalam mazhab kita mengusap seluruh kepala sebagai bentuk kehati-hatian dalam beribadah.

Seperti diketahui diatas bahwa yg wajib diusap adalah kulit kepala atau rambut. Untuk rambut ini disyaratkan rambut yang diusap adalah rambut yg berada di batasan kepala dan batasan kepala adalah rambut yg bila ditarik dari arah turunnya maka ia tidak keluar darinya. 
Dari itu kita wajib tahu sampai mana batas arah turun rambut ini. Ulama menyebutkan bahwa untuk rambut yg berada di ubun-ubun arah turunnya adalah wajah maka rambut yg berada diubun-ubun bila di tarik ke arah wajah lalu rambut itu sampai keluar melewati dagu maka tidak sah membasuh hujungnya walaupun ia berada di atas kepala.

Untuk rambut yg berada di sebelah kanan dan kiri kepala yg disebut dengan rambut qornain (2 tanduk) arah turunnya adalah 2 pundak kanan dan kiri maka rambut yg melebihi kedua pundak berarti telah keluar dari batasannya dan rambut yg demikian tdk sah dibasuh.

Untuk rambut yang berada di bagian belakang kepala maka arah turunnya adalah punggung maka rambut yg bila ditarik melebihi punggung maka rambut yg lebih dari itu tidak sah dibasuh.

Dalil qur’an dan hadits
kewajiban mengusap sebagian kulit kepala atau rambut ini berdasarkan 2 dalil:
- pertama dalil alqur’an, yaitu dalil yg sangat masyhur, Allah berfirman: ( وامسحوا برؤوسكم ).
Didalam kaidah bahasa arab disebutkan bahwa huruf baa yg menempel dengan kata yg maknanya banyak maka baa ini berarti mempunyai makna sebagian seperti contoh dalam ayat diatas. Kata رؤوس adalah bentuk jamak dari رأس maka ketika huruf baa menempel padanya itu menunjukkan artinya adalah sebagian kepala bukan seluruh kepala. Maka jadilah yg wajib diusap adalah sebagian kulit kepala.

- kedua dalil sunnah, yaitu hadits shohih riwayat imam muslim. Berikut adalah nash haditsnya:

عن عروة بن المغيرة بن شعبة، عن أبيه، قال: تخلف رسول الله صلى الله عليه وسلم وتخلفت معه فلما قضى حاجته قال: «أمعك ماء؟» فأتيته بمطهرة، «فغسل كفيه ووجهه، ثم ذهب يحسر عن ذراعيه فضاق كم الجبة، فأخرج يده من تحت الجبة، وألقى الجبة على منكبيه، وغسل ذراعيه، ومسح بناصيته وعلى العمامة وعلى خفيه، ثم ركب وركبت فانتهينا إلى القوم، وقد قاموا في الصلاة، يصلي بهم عبد الرحمن بن عوف وقد ركع بهم ركعة، فلما أحس بالنبي صلى الله عليه وسلم ذهب يتأخر، فأومأ إليه، فصلى بهم، فلما سلم قام النبي صلى الله عليه وسلم وقمت، فركعنا الركعة التي سبقتنا

Dari ‘Urwah bin Mughiroh bin Syu’bah dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah dan aku tertinggal, ketika beliau telah menyelesaikan hajatnya, beliau berkata: “apakah kau punya air?” Maka akupun menbawakan beliau air bersuci, lalu beliau cuci kedua yelapak tangannya dan wajahnya lalu beliau mulai menyingsingkan kedua lengannya tapi lengan bajunya terlalu sempit, lalu beliau keluarkan tangannya dari jubah dan beliau letakkan jubah dikedua pundaknya dan beliau mencuci kedua lengannya dan mengusap ubun-ubunnya dan atas imamahnya serta kedua sepatu khuffnya lalu beliau naiki kendaraannya dan akupun juga sampai kami berakhir kepada kaum sedangkan mereka telah mendirikan sholat, Abdurrohman bin ‘Auf mengimami mereka dan telah sholat dg mereka satu rakaat, ketia ia mengetahui keberadaan Nabi maka iapun mulai mundur, Nabipun memberikan isyarat kepadanya untuk terus, iapun sholat dg mereka, ketika ia telah selesai salam maka Nabipun bangun dan akupun bangun lalu kamipun mengerjakan satu rakaat yg tertinggal”.

Disebutkan didalam hadits di atas bahwa beliau SAW mengusap ubun-ubunnya, dengan demikian menunjukkan bahwa cukup mengusap sebagian kepala atau rambut.

Kepang rambut
Ketika seorang wanita mengepang rambutnya maka jika bagian yg diusap ketika berwudhu adalah bagian yg masuk dalam lingkaran batas kepala maka sah wudhunya tapi jika bagian rambut yang diusap adalah bagian yg terletak dikuar batasan kepala maka wudhunya tidak sah.

Thursday, October 19, 2017

RUKUN WUDHU, Mencuci Kedua Tangan

Setelah selesai membahas rukun wudhu kedua yaitu membasuh muka dengan segala permasalahan yg disebutkan disana, kita meningkat dalam tulisan ini membahasa rukun ketiga dalam wudhu yaitu mencuci kedua tangan. bagi yg ingin mengetahui pembahasan rukun kedua bisa klik disini.

Dalil kewajiban membasuh tangan dan sikut
kewajiban mencuci tangan ini termaktub didalam ayat alqur'an surat Almaidah:6 dimana Allah berfirman:
فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق...الخ
“Basuhlah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai dengan sikut-sikut...”

Apakah sikut wajib dibasuh juga??

Sebagaimana kita ketahui bahwa sikut juga termasuk yang wajib dibasuh ketika wudhu. Dalil yang menunjukkan bahwa sikut juga wajib dibasuh adalah sebagai berikut:
- ijma’ ulama
- amalan Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat imam Muslim bahwa Abu Hurairah berwudhu lalu ia basuh wajahnya dan ia sempurnakan basuhannya lalu ia basuh tangan kanannya sampai dengan lengan atasnya lalu ia basuh tangan kirinya sampai dengan lengan atasnya, lalu ia berkata: “begini aku melihat Rasulullah SAW berwudhu”. Maka dengan hadits ini terbukti bahwa Rasulullah membasuh juga sikutnya ketika beliau membasuh tangannya.
- penggunaan makna يد (tangan) dengan makna majaznya, dimana makna hakikinya adalah dari ujung jari sampai dengan lengan atas dan makna majaznya adalah sampai dengan sikut
- tetap menggunakan makna يد dengan maknanya yang hakiki tapi kewajiban basuh hanya sampai sikut.
Berkata syekh Almutawalli: “jikalau Allah hanya menyebutkan: basuhlah tangan-tangan kalian... niscaya akan wajib mencuci semuanya dari ujung jari sampai lengan atas tapi ketika Ia katakan “basuhlah tangan-tangan kalian sampai dengan sikut-sikut” maka yang diatas sikut tidak menjadi wajib dibasuh

Dengan dalil-dalil diatas maka sikut menjadi wajib juga dibasuh didalam berwudhu ditambah lagi dengan kaidah yang sangat masyhur yaitu “ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب” (sesuatu yang dengannya wajib tidak menjadi sempurna maka sesuatu itupun menjadi wajib) maka sikutpun wajib dicuci karena dengan mencucinya dapatlah dipastikan seluruh tangan yang wajib dibasuh sudah terbasuh semuanya. Tentu hal ini jika dimaknakan bahwa ketika Allah menggunakan kata “الى” didalam ayat wudhu maka sikut tidak masuk bagian yg wajib dicuci menurut ayat tapi wajib dicuci karena kaidah ini.

Pengertian mirfaq
Ketika Allah menggunakan kalimat ini didalam alqur’an maka ulamapun membahas maknanya.

Apa makna mirfaq klau begitu?

Mirfaq adalah tempat bertemunya tulang lengan bawah yang disebut الساعد dan tulang lengan atas yang disebut العضد, dan kita sebut tempat bertemunya kedua tulang ini dengan sebutan sikut.

Insya Allah dengan ini sudah jelas bahwa tangan yg wajib dibasuh ketika berwudhu adalah dari ujung jari sampai dengan sikut, dan sikutnya termasuk yang wajib dicuci.

Hukum tangan yang terputus
Bagaimana dengan tangan yang terputus?

Dalam permasalahan ini ada 4 kemungkinan dg 4 jawaban berbeda;
- terputus sebagian lengan bawahnya atau jarinya atau pergelangan tangannya
- lepas sambungan sikutnya
- terputus sebagian lengan atasnya
- terputus lengan atas semuanya tanpa tersisa
Jawabannya adalah;
Jika terputus sebagian lengan bawahnya atau jarinya atau pergelangan tangannya maka wajib mencuci sebagian yang masih tersisa.
Jika sambungan sikutnya yang lepas maka ujung lengan atasnya wajib dicuci karena itu adalah bagian dari sikut.
Jika terputus sebagian lengan atasnya maka sunnah saja mencuci lengan atas yg tersisa.
Jika lengan atas terputus dan tidak ada yg tersisa maka tidak disunnahkan mencuci pundaknya tapi masih disunnahkan menyapu tempat terputusnya dengan air.

Semua yang ada dibagian tangan wajib dicuci
Apapun yang ada diwilayah tangan sampai sikut ini wajib dicuci baik itu bulu/rambut walaupun tebal, kuku-kuku walaupun panjang, daging tumbuh dll. Tidak boleh ada sesuatu yang dapat menghalangi air dari semua itu.

Bagaimana dengan cutek atau cat kuku dan katoran yang ada dibawah kuku?

Bisa didapatkan jawabannya di tulisan kami yang lalu disini



Saturday, October 14, 2017

RUKUN WUDHU, Membasuh Wajah

Setelah di tulisan sebelumnya kita telah bahas rukun wudhu yg pertama yaitu rukun niat (klik disini untuk pembahasan rukun wudhu pertama) maka ditulisan ini kita akan membahas rukun wudhu kedua yg disebutkan oleh ulama fiqih yaitu mencuci atau membasuh wajah.

Yg dimaksud dengan mencuci atau membasuh disini yaitu mengalirkan air diatas wajah baik itu dengan perbuatannya sendiri ataupun dengan perbuatan orang lain walaupun tanpa izinnya. Dari itu jika seseorang tercebur ke dalam air atau disiram wajahnya oleh orang lain dan di saat tersebut ia berniat wudhu maka wudhunya sah walaupun wajahnya dibasahi air bukan dengan kehendaknya.

Dari itu tidak sah wudhu seseorang jika ia hanya mengelap wajahnya dengan kain basah yang sudah diperas sehingga tidak lagi mengeluarkan air, Karena tidak ada air yang mengalir di bagian wajahnya.

Batasan-batasan wajah
ketika wajah wajib dibasuh sewaktu berwudhu maka kita harus tahu batasan wajah agar seluruh yg dinamakan wajah terbasuh semuanya. 
Wajah yang harus dicuci di sini meliputi kulit dan rambut yang ada di dalam batasan wajah. Oleh karena itu mari kita pelajari batasan wajah sehingga kita dapat pastikan mana yang harus dicuci atau dibasuh ketika berwudhu dan mana yang tidak harus dicuci.

Ulama Fiqih menyebutkan batasan-batasan wajah sebagai berikut:
- Panjang Wajah yaitu antara tempat tumbuhnya rambut dikepala sampai ujung dagu.
- lebar wajah yaitu antara cuping kanan
 dan cuping kiri
Maka yang berada di antara batasan ini itulah yang disebut dengan wajah yang wajib dicuci ketika berwudu.

Dari batasan-batasan wajah tadi yang wajib dibasuh atau dicuci adalah bagian wajah yang terlihat, adapun bagian dalam dari hidung dan bagian dalam dari mulut begitu juga bagian dalam mata walaupun berada di dalam batasan wajah tapi tidak wajib dicuci di dalam bab wudhu walaupun wajib dicuci di dalam bab najiz, artinya ketika ada najiz di dalam lubang hidung maka wajib dibersihkan dan Disucikan dan tidak sah sholat jika di dalam hidung seseorang Ada najisnya, tapi dalam bab wudhu lubang hidung bukanlah sesuatu yang wajib dicuci, ia hanyalah sunnah dicuci sebelum mencuci muka.

Bagian-bagian wajah yg wajib dicuci
Bulu-bulu atau rambut yang ada di wajah berjumlah banyak sekali, ulama menyebutkan ada 20 macam rambut yang ada di wajah manusia, 20 macam rambut tersebut sebagai berikut:
1. Dua rambut alis kanan dan kiri
2. Empat Bulumata di kedua mata kanan dan kiri, baik Bulumata atas dan bawah di setiap mata
3. Dua rambut cambang kanan dan kiri, yaitu rambut yang berjurusan dengan telinga kanan dan kiri
4. Dua rambut bewok Yang kanan dan kiri, yaitu rambut yang memanjang antara cambang dan jenggot
5. Dua rambut yang tumbuh di atas pipi kanan dan kiri
6. Satu Rambut kumis
7. Dua rambut sibal, yaitu ujung kumis yang ada di kanan dan kiri kumis
8. Satu buah Bulu dan, yaitu rambut yang tumbuh di bawah bibir mulut bagian bawah
9. Dua rambut yang tumbuh di kanan dan kiri dulu dan.
10. Satu bulu jenggot.

Kesimpulan hukum 20 macam rambut/bulu diatas adalah sebagai berikut:
• selain jenggot dan bewok jika tidak keluar dari batasan wajah maka wajib di cuci luarnya dan dalamnya baik tebal ataupun tipis, baik untuk laki-laki atau perempuan.
• jika keluar dari batasan wajah maka wajib dicuci luarnya saja jika rambut/bulunya tebal tapi jika tipis maka wajib dicuci luar dan dalamnya
• untuk jenggot dan bewok wajib dicuci luarnya saja untuk laki-laki jika tebal rambut/bulunya baik keluar dari batasan wajah atau tidak.
Tapi untuk selain laki-laki ketika memiliki jenggot dan bewok maka keduanya wajib dicuci luar dan dalamnya baik tebal atau tipis jika tidak keluar dari batasan wajah tapi jika keluar dari batasan wajah maka wajib dicuci luarnya saja jika tebal dan wajib dicuci luar dalamnya jika tipis, tapi menurut syekh Ibnu Hajar wajib dicuci luar dalamnya baik tebal atau tipis.

Makna keluar dari batasan wajah
Makna rambut/bulu itu keluar dari batasan wajah yaitu rambut/bulu itu melengkung dan mengarah kebukan tempat turunnya. Contoh bulu alis yg ketika panjang menjadi melengkung dan mengarah ke atas kearah kepala.
Contoh lain, rambut jenggot yg melengkung lalu mengarah keatas. Semua rambut/bulu tersebut disebut telah keluar dari batasan wajah.

makna lainnya dari keluar dari batasan wajah
Sebagian ulama memberikan makna lainnya yaitu rambut/bulu yg melengkung yg jika ditarik ia akan keluar dari batasan wajahnya dari arah tempat turunnya. Untuk rambut yg ada di ubun-ubun maka akhir tempat turunnya adalah ujung dagu, rambut yg berada disamping kanan dan kiri, tempat turunnya adalah telinga dan rambut yg ada dibelakang, tempat turunnya adalah bahu.
Contoh, rambut/bulu kumis yg panjang dan melengkung, jika ditarik kebawah akan melewati dagunya maka disebutlah kumis itu telah keluar dari batasan wajah.

Jika sebagian rambut/bulu tersebut tebal dan sebagiannya tipis maka masing-masing memiliki hukumnya sendiri-sendiri jika memang bisa dibedakan mana yg tebal dan mana yg tipis, tapi jk tidak bisa dibedakan mana tebal mana tipis maka wajib dicuci semuanya, luar dan dalamnya.
Contoh jika bewok seorang laki-laki setengahnya tebal dan setengahnya tipis maka yg tebal hanya wajib dicuci luarnya dan yang tipis wajib dicuci luar dan dalamnya.

Batasan rambut tebal dan tipis
Rambut atau bulu disebut tebal jika tidak terlihat kulit yg berada dibalik rambut/bulu tersebut dari jarak 3 hasta atau 1,5 meter.
Dan jika terlihat kulitnya dari jarak tersebut maka disebut rambut/bulu itu tipis.

perhatian..!!
hal yg harus diperhatikan ketika membasuh muka khususnya setelah bangun tidur yaitu bagian sudut mata yg searah dg hidung dan yg searah dengan telinga, bagian ini harus di cuci dg benar karena jika dibagian ini ada kotoran mata khsususnya setelah bangun dari tidur, ia akan menghalangi air wudhu jika tidak dibersihkan maka berakibat wudhunya tidak sah.

begitu juga para wanita yg menggunakan make up yg tebal yg dapat menghalangi air untuk dapat mengenai kulit mukanya maka make up itu harus di bersihkan terlebih dulu.




Monday, October 9, 2017

RUKUN WUDHU, tentang niat (bag.2)

Kita lanjutkan pembahasan kita seputar niat yg merupakan rukun wudhu.
Setelah kita bahas 4 poin yg berkaitan dengan niat di tulisan sebelumnya maka ditulisan ini kita lanjutkan pembahasan poin yg berikutnya, yaitu poin yg ke 5.

5. Tata cara niat.
Tata cara niat berbeda beda tergantung amalan ibadah apa yg akan dikerjakan, untuk wudhu itu sendiri maka cara niatnya yaitu mengucapkan dengan hati dan juga sunnah dengan lisan salah satu shighot niat berikut:
نويت الوضوء لله تعالى (nawaytul wudhu lillahi ta’ala)
نويت فرض الوضوء لله تعالى (nawaytu fardhol wudhu lillahi ta’ala)
نويت اداء الوضوء لله تعالى (nawaytu adaa alwudhu lillahi ta’ala)
نويت الوضوء المفروض لله تعالى (nawaytul wudhu almafrudh lillahi ta’ala)
نويت رفع الحدث لله تعالى (nawaytu rof’al hadats lillahi ta’ala)
نويت الطهارة عن الحدث لله تعالى (nawaytut tohaaroh ‘anil hadats lillahi ta’ala)
نويت اداء فرض الطهارة لله تعالى (nawaytu adaa afardhit toharoh lillahi ta’ala)
نويت اداء الطهارة لله تعالى (nawaytu adaa attoharoh lillahi ta’ali)
نويت الطهارة الواجبة لله تعالى (nawaytut toharotal wajibah lillahi ta’ala)
نويت استباحة فرض الصلاة لله تعالى (nawaytus tibaahata fardhis sholaati lillahi ta’ala)

Macam-macam shigot niat diatas boleh digunakan salah satunya oleh seseorang yg berwudhu dengan syarat:
- sudah mencapai umur baligh
- sehat atau tidak berpenyakit, baik penyakit yg disebut dengan salis baul (mengeluarkan air seni terus menerus), salis riih (mengeluarkan angin belakang/kentut terus menerus), salis madzi, salis wadi atau istihadhoh (menstruasi yg melebihi 15 hari)
- bukan wudhu mujaddad (wudhu yg diperbaharui)

niat wudhu anak yg belum baligh
Adapun jika ia masih kecil belum mencapai umur baligh maka tidak sah wudhunya jika didalam niatnya menggunakan kalimat فرض seperti mengucapkan نويت فرض الوضوء لله تعالى atau نويت الوضوء المفروض atau نويت اداء فرض الطهارة dan di maksudkan makna فرض yg tersebut didalam niat adalah sesuatu yg wajib atas dirinya. Tidak sah karena dg makna tersebut ia dianggap main-main atau tala'ub sebab untuknya wudhu dan juga sholat belum diwajibkan.
Adapun jika maksudnya ia ucapkan itu adalah sesuatu yg wajib atas mukallaf atau sesuatu yg mesti dikerjakan karena setiap sholat mesti berwudhu atau ia tidak maksudkan apa-apa (mutlak) maka wudhunya sah. Dan jika ia menggunakan shogot niat lainnya sah

niat seseorang yg mengeluarkan najis terus menerus
Jika seseorang terkena penyakit salis baul atau semacamnya maka tidak sah berwudhu dengan menggunakan niat رفع الحدث atau الطهارة عن الحدث karena hadatsnya tidak terangkat dan ia tidak disebut telah bersuci karena hadatsnya yg terus menerus keluar. Menggunakan shigot niat lainnya seperti نويت استباحة فرض الصلاة لله تعالى dan yg semacam itu maka sah wudhunya.

niat seseorang yg memperbaharui wudhunya
Untuk seseorang yg melakukan tajdid wudhu atau memperbaharui wudhu, maksudnya ia ingin mengerjakan wudhu padahal wudhunya belum batal dan telah digunakan wudhu tersebut untuk sholat, itu maksudnya tajdid wudhu, yg memperbaharui wudhu tidak sah menggunakan niat استباحة atau رفع الحدث atau الطهارة عن الحدث atau niat فرض kecuali jika diniatkan bukan makna sebenarnya tapi diniatkan gambaran luarnya saja. Lalu dengan ia ia berniat? Ia boleh niat dengan menggunakan shighot نويت الوضوء لله تعالى

6. Syarat niat.
Niat memiliki beberapa syarat yg harus terpenuhi agar niat seseorang disahkan:
- yg berniat harus beragama islam.
syarat ini disyaratkan jika niatnya dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah alias untuk ibadah, adapun jika dimaksudkan untuk membedakan atau yg disebut tamyiz maka sah saja dilakukan oleh non muslim, contohnya wanita kafir zimmi yg baru saja suci dari haidh atau nifas lalu mandi agar halal untuk suaminya yg muslim menggaulinya, karena biar bagaimanapun seorang wanita belum boleh di gauli suaminya walaupun sudah suci dari haidh jika ia belum mengangkat hadats besarnya dengan mandi.

- yg berniat harus sudah tamyiz.
artinya jika seorang anak belum tamyiz berwudhu maka wudhunya tidak sah karena belum cukup syarat. tidak bertentangan dengan sahnya wudhu anak kecil yg belum tamyiz ketika haji lalu diwudhukan oleh walinya untuk melakukan thawaf karena yg berniat wudhu bukan si anak melainkan walinya.

begitu juga seorang wanita yg gila ketika suci dari haidh lalu dimandikan oleh suaminya dari hadats besar, disahkan mandinya si wanita gila ini karena yg berniat bukan wanita tersebut melainkan suaminya.

- ia tahu apa yg diniatkan.
sudah tentu jika seseorang akan berniat maka ia harus tahu apa dan amalan apa yg akan diniatkan karena yg tidak tahu apa yg akan di amalkan bagaimana mungkin ia memasang niat untuk amalan tersebut.

- mampu melakukan apa yg diniatkan.
dengan syarat ini maka tidak sah niat sholat seseorang jika ia akan melakukan sholat tersebut di tempat najis karena dianggap oleh syariat ia tidak mampu melakukan apa yg di niatkan karena sholat di tempat najis tidak sah dan amalan itu tidak dibenarkan.

- tidak melakukan sesuatu yg dapat membatalkan niat.
ketika ragu-ragu dalam berniat dapat membatalkan niat maka tidak diperbolehkan ragu-ragu dalam berniat dan harus ia pasang niatnya dengan mantap tanpa keragu-raguan.
begitu pula memutuskan niat dan menggantungkan niat tidak dibolehkan karena akan membatalkan niatnya. jika seseorang ketika berkata "kalau sifulan datang saya akan batalkan sholat saya" maka tidak sah niatnya dan otomatis tidak sah sholatnya karena ia gantungkan niatnya.
begitupun murtad termasuk yg membatalkan niat maka harus dihindarkan agar niatnya sah. memalingkan niat kepada niat lainpun membatalkan niat dan harus dihindari, contoh jika ia mencuci kaki sewaktu wudhu lalu niatnya untuk membersihkan kotoran dari kakinya dan ia tidak hadirkan niat wudhunya maka batal niat wudhunya.

hukum menghentikan wudhu sebelum selesai
seseorang yg menghentikan wudhunya sebelum selesai wudhunya untuk melanjutkannya di saat lain, jika ia tidak berpenyakit salis atau istihadoh dan semacamnya maka cukuplah niat wudhunya diperbaharui ketika melanjutkan wudhunya disaat waktu yg diinginkan datang dan ia boleh melanjutkan wudhunya tanpa mengulangnya dari awal. tapi jika ia berpenyakit salis atau istihadhoh maka ia harus mengulang wudhunya dari semula ketika saat yg di inginkan untuk melanjutkan wudhunya tiba.

7.  tujuan niat
tujuan niat adalah membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan atau membedakan tingkatan antara ibadah satu dengan lainnya.

contoh membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan yaitu membedakan antara mandi ibadah dengan mandi yg dilakukan biasanya baik pagi ataupun sore hari.
ketika di kedua mandi tersebut ia lakukan dengan membasahi semua tubuhnya maka yg membedakan antara keduanya adalah niatnya. kalau mandi itu diniatkan mandi junub maka jadilah ibadah dan terangkatlah hadats besarnya tapi jika niatnya hanya untuk membersihkan badan dari kotoran keringat dsb seperti yg biasa ia lakukan di pagi dan sore hari setiap harinya maka jadilah itu mandi biasa bukan mandi ibadah.

contoh membedakan tingkatan antar ibadah yaitu mandi yg dilakukan untuk mengangkat hadats besar dan itu merupakan mandi wajib dengan mandi yg dilakukan untuk sholat jumat atau sholat ied dan itu merupakan mandi sunnah. dikedua mandi tersebut caranya sama yaitu harus meratakan air keseluruh tubuh tapi yang membedakan keduanya adalah niatnya.

inilah akhir dari pembahasan seputar niat yg perlu diketahui. semoga bermanfaat.



Tuesday, October 3, 2017

RUKUN WUDHU, tentang niat

Karena pembahasan seputar ini cukup panjang juga maka saya akan bagi tulisan ini kepada dua bagian. ini adalah bagian pertamanya dan sisanya di tulisan berikutnya.

Bila bicara tentang rukun wudhu maka pastinya pembahasan pertamanya adalah tentang niat yang ada didalam wudhu.
Ketika kita bicara tentang niat wudhu maka tidak terlepas pembahasan seputar ini dengan 7 hal yang berkaitan dengan niat ini, 7 hal itu dirangkum didalam sebuah bait syair yang dikarang oleh ulama, yaitu:

حقيقة حكم محل وزمن # كيفية شرط و مقصود حسن
“Hakekat, hukum, tempat dan waktu, cara, syarat, serta tujuan yg baik”

Maksudnya, ketika kita membahas seputar niat maka 7 hal inilah yg dibahas, yaitu:
1. Hakekat niat, maksudnya definisi niat secara bahasa dan istilah
2. Hukum niat
3. Tempat niat
4. Waktu niat
5. Cara niat
6. Syarat niat
7. Tujuan niat
Bahkan sebagian ulama lain menambahkan 3 hal sehingga semuanya berjumlah menjadi 10 perkara yang dirangkum didalam beberapa bait syair dibawah ini:

والقصد للشئ حقيقة اتت # لنية محلها القلب ثبت
وحكمها الوجوب والزمن يرى # عند تلبس بمفعول جرى
تمييزها لعادة من غيرها # مقصود شارع لها بشرعها
وشرطها كون الذي ينوى علم # ثبوته او ظن من شك سلم
وكونه مكتسبا للشخص # او تابعا لكسبه فاستقص
فقد منافيها وكيفيتها # نية كالفرض فذا مبحثها
وزدت كونها لخالق الورى # وان يشأ يسلبها بلا مرا
في الانبيا ساكنة قطعا وفي # سواهم خاطرة عرض يفي

"Bermaksud pada sesuatu adalah hakekat niat, tempatnya adalah hati telah ditetapkan.
Hukum niat adalah wajib dan waktunya ketika mengerjakan sesuatu yg dilakukan.
Membedakan antara adat kebiasaan dg yg lainnya, adalah tujuan syariat untuk niat.
Syarat niat adalah hal yg diniatkan telah diketahui keberadaannya atau di sangka dan selamat dr keraguan.
Yg diniatkan adalah usaha milik org yg berniat atau ikut kepada usahanya.
Tidak ada yg membatalkan niat dan cara berniat.
Niat itu contohnya kalimat fardhu, inilah pembahasannya.
Aku tambahkan, niat itu untuk Allah Pencipta manusia. Jika Ia mau niscaya Ia mencabutnya tanpa perlu didebatkan."

Mari kita bahas satu persatu 7 poin diatas
1. Hakekat niat.
Dari segi bahasa niat berarti maksud dan tujuan secara mutlak. Adapun menurut pandangan syariat maka niat adalah bermaksud pada sesuatu berbarengan dengan pengamalan atau tindakannya. Jika maksud tersebut datang lebih dulu baru kemudian mengamalkan dan melakukannya, itu disebut ‘azam atau keinginan kuat dan itu bukanlah niat. Jadi dinamakan niat itu kalau maksud tersebut ada berbarengan dengan pengamalan atau tindakannya.

Contoh: jika kita baru berkeinginan kuat akan melakukan shalat maka itu disebut ‘azam tapi jika kita bermaksud melakukan shalat yg berbarengan maksud itu dengan takbirotul ihram dengan mengatakan didalam hati
اصلي فرض الظهر اربع ركعات مستقبل القبلة اداء لله تعالى
Maka itulah yg disebut niat.

2. Hukum niat.
Niat hukumnya wajib pada umumnya karena sebuah hadits yg telah tersebutkan di tulisan sebelumnya. maka tidak sah berwudhu tanpa adanya niat ketika membasuh muka karena wajibnya niat ini. tapi terkadang niat ini hukumnya sunnah di beberapa permasalahan dalam fiqih seperti ketika memandikan mayyit. orang yg memandikan mayyit tidak wajib berniat ketika memandikan mayyit tapi disunnahkan saja padahal memandikan mayyit hukumnya wajib, dan sebaliknya terjadi di hukum mewudhukan mayyit, tetap wajib hukumnya niat ketika mewudhukan mayyit padahal mewudhukan mayyit hukumnya sunnah bukanlah hal yang wajib. 

dari situ muncullah teka teki diantara ulama fiqih yg disebut dengan istilah lughaz. teka teki tersebut adalah "suatu amalan yg disunnahkan tapi niatnya wajib dan amalan lain yg di wajibkan tapi niatnya sunnah, apakah itu?". jawabannya adalah hal yg telah disebutkan diatas.

3. tempat niat.
tempat niat ini adalah hati, ketika hati yg mejadi tempat niat dikebanyakan ibadah maka sah tidaknya dilihat kepada niat yg didalam hati bukan yg dilafalkan dengan lisan karena melafalkannya dengan lisan hukumnya sunnah untuk membantu hati ketika berniat.

jika seseorang sholat zuhur dan ia berniat didalam hatinya melaksanakan sholat zuhur maka sah niatnya walaupun lisannya salah ucap mengucapkan shalat asar, begitupun sebaliknya jika ia berniat shalat asar dengan hatinya dan ia ucapakan dengan lisannya shalat zuhur maka tidak sah shalatnya karena yg dijadikan patokan adalah niat yg didalam hatinya sedangkan yg diniatkan berbeda dengan yg akan dikerjakan.

sebagian ulama mewajibkan melafalkan niat dengan lisan ini seperti yg disebutkan dalam kitab fathul 'allam menyadur dari syekh Ali Syibromalisi.

4. waktu niat.
waktu memasang niat ketika melakukan ibadah yaitu di awal permulaan setiap ibadah, untuk wudhu niatnya dilakukan ketika mencuci muka karena itu adalah awal pemulaan wudhu.
jika niat wudhu ini dilakukan setelah mencuci muka maka tidak sah niatnya tapi jika dilakukan niat wudhunya sebelum mencuci muka yaitu ketika mencuci telapak tangan maka sah niat wudhunya jika ia hadirkan niat tersebut sampai mencuci muka.

perhatian
Ada satu hal yg harus diperhatikan jika seseorang melakukan niat wudhunya ketika mencuci kedua telapak tangan, yaitu jika ketika ia berkumur-kumur lalu air tersebut mengenai bibirnya maka hilanglah pahala sunnah berkumur-kumurnya dan pahala sunnah mencuci hidungnya karena kesunnah melakukan keduanya itu didapat jika dilakukan sebelum mencuci muka sedangkan dg niat wudhu yg telah dipasang diawal yaitu ketika mencuci kedua telapak tangan maka ketika tercuci bibirnya sewaktu berkumur-kumur maka waktu berkumur-kumur dan mencuci hidung telah terlewatkan sebab ia telah cuci sebagian mukanya karena bibir adalah bagian dari anggota wajah sedangkan waktu berkumur-kumur dan mencuci hidung adalah sebelum mencuci muka.
walaupun bibir telah tercuci sewaktu berkumur-kumur tapi masih harus di cuci kembali ketika membasuh wajah karena ketika tercuci sewaktu berkumur tidak diniatkan mencuci muka tapi diniatkan berkumur-kumur.

pahala berkumur-kumur dan mencuci hidung tidak didapat jika dilakukan itu semua tanpa ada niat yg dipasang.

jalan keluar
jalan keluar yg bisa ditempuh agar berkumur-kumurnya dan mencuci hidungnya sah dan diberikan nilah pahala dari Allah SWT yaitu ia pasang niat sunnah wudhu ketika mencuci kedua telapak tangan dengan mengatakan "aku niat menjalankan sunnah wudhu lillahi ta'ala" alu ketika mencuci muka ia pasang niat wudhunya dengan mengatakan "saya niat mengangkat hadats kecil lillahi ta'ala", dengan begitu disahkan berkumur-kumur dan mencuci hidungnya dan didapat nilai pahalanya.


jika niat wudhunya dipasang setelah membasuh sebagian wajahnya maka sah niatnya tersebut tapi ia harus cuci ulang bagian wajah yg telah dicuci tadi sebelum niatnya dipasang.

RUKUN WUDHU, sumber pengambilan rukun niat dan tertib

setelah kita membahasa syarat-syarat wudhu maka setelahnya yg perlu diketahui adalah memahami rukun wudhu.

rukun wudhu ada 6 perkara:
1. niat wudhu
2. mencuci wajah
3. mencuci tangan sampai dengan sikut
4, membasuh sebagian kepala atau rambut kepala
5. mencuci kaki sampai dengan mata kaki
6. tertib atau berurutan

insya Allah rukun wudhu ini sudah banyak diantara kita yg mengetahuinya, dari itu kita akan sedikit membahasnya lebih dalam agar kita perluas pengetahuan kita seputar rukun wudhu ini.
dari 6 rukun wudhu diatas, 4 diantaranya diambil dari Alqur'an dan 2 diantaranya diambil dari Hadits Nabi. 4 yang diambil dari Alqur'an yaitu diambil dari surat Almaidah:6 yg berbunyi:


يا ايها الذين امنوا اذا قمتم الى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق وامسحوا برؤوسكم وارجلكم الى الكعبين...

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki....”

disebutkan didalam ayat ini perintah dari Allah SWT agar mereka yg ingin melakukan sholat untuk mencuci wajah, tangan sampai dengan sikut, kaki sampai dengan mata kaki dan menyapu kepala. maka karena bentuknya perintah jadilah mencuci dan membasuh hal-hal yg disebutkan didalam ayat tersebut wajib dilakukan sebelum sholat dan jadilah ia rukun wudhu.

adapun 2 yg diambil dari hadits Nabi Muhammad SAW yaitu niat dan tertib atau berurutan.

- untuk niat diambil dari sebuah hadits yg diriwayatkan oleh imam Ahmad, imam Bukhori, imam Muslim, imam Tirmidzi, imam Abu Daud, imam Nasai, imam Ibnu Majah dari sayyidina Umar radhiyallahu 'anhu telah bersabda Rasulullah SAW:

انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ما هاجر اليه

“Sungguh amal itu hanya sah dengan niat dan bahwa seseorang hanya memiliki apa yg ia niatkan, maka barang siapa hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barang siapa hijrahnya karena dunia yg akan ia peroleh atau karena seorang wanita yg akan ia nikahi maka hijrahnya kepada apa yg ia niatkan”

Disebutkan didalam hadits ini tentang niat dan pengaruh niat terhadap amalan seseorang dan bahwa amalan tidak sah tanpa niat.
Karena wudhu termasuk amalan maka wudhupun harus dilakukan dengan niat sehingga tidak sah wudhu tanpa niat, dengan demikian jadilah niat wudhu rukun dalam wudhu seseorang.

-adapun tertib atau berurutan, ia diambil dari sebuah hadits yg diriwayatkan oleh imam Nasai dan Imam Daruquthni dari sayyidina Jabir radhiyallahu ‘anhu dengan sanad shohih, sanad imam Nasai telah di shohihkan oleh imam Nawawi didalam kitabnya syarh Muslim, bersabda Rasulullah SAW:

ابدأوا بما بدأ الله به
“Mulailah kalian dengan apa yg telah di mulai oleh Allah”

Ketika Allah memulainya didalam ayat yg disebutkan diatas dengan mencuci muka lalu tangan lalu menyapu kepala lalu cuci kaki maka wajiblah kita mengikuti urutan tersebut sehingga jadilah tertib/berurutan rukun didalam wudhu.

Hadits ini walaupun diperuntukan awalnya dalam masalah haji yaitu dalam permasalahan sa’i tapi ada kaidah dalam ilmu tafsir yg mengatakan 
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
“Yg menjadi patokan adalah lafazh yg bersifat umum bukan sebab yg bersifat khusus”

Dengan kaidah ini maka hadits tersebut digunakan juga dalam permasalahan wudhu dan lainnya.

Ulama juga mengatakan bahwa rukun tertib juga bisa diambil dari ayat alqur’an tersebut, yaitu ketika Allah selipkan menyapu kepala diantara kewajiban cuci anggota wudhu lainnya itu menunjukkan bahwa tertib hukumnya wajib, 

mereka juga mengatakan bahwa orang arab tidak melakukan pemisahan terhadap hal2 yg sejenis melainkan mereka lakukan itu karena suatu tujuan dan ketika dipisah mencuci kaki dengan mencuci anggota lainnya dan diselipkan menyapu kepala itu menunjukkan adanya tujuan yg dimaksudkan dan tujuan tersebut adalah kewajiabn tertib didalam berwudhu.

Inilah sumber pengambilan rukun wudhu yg berjumlah 6 dan akan kita lanjutkan pembahasan seputar rukun yg enam tersebut diartikel berikutnya.

Tuesday, September 26, 2017

Syarat-syarat wudhu, kepastian berhadats dan tidak mengalihkan niat wudhu

Syarat-syarat selanjutnya yang harus diketahui oleh seseorang ketika melakukan aktifitas wudhunya adalah sebagai berikut:

- kepastian berhadats
maksud dari syarat ini yaitu bahwa ketika berwudhu kita harus sudah memastikan bahwa kita dalam keadaan berhadats sebelumnya, tapi syarat ini diberlakukan hanya ketika terbukti ternyata ia sudah berhadats ketika ia berwudhu dalam keadaan ragu apakah masih punya wudhu ataukah sudah batal. lebih jelasnya begini:

jika seseorang ragu apakah ia sudah batal ataukah belum, lalu ia berwudhu tanpa memastikan lagi bahwa ia telah berhadats dg cara memegang kemaluannya misalnya, maka wudhu yg dilakukannya itu jika setelahnya terbukti bahwa ia sebelum wudhu tersebut sudah batal wudhunya maka wudhu yg dilakukannya itu tidak sah.
tapi jika tidak terbukti, artinya ia terus tidak ingat apakah sebelum wudhu tadi sudah batal atau belum maka hukum wudhunya sah.

inilah yg disebut dengan wudhu ihtiyath (berjaga-jaga) dan syarat yg satu ini di gunakan ketika terbukti saja tapi jika tidak terbukti maka tidak diperlukan syarat yg satu ini dan wudhunya sah-sah saja.

jalan terbaiknya untuk orang yg seperti ini adalah ia pastikan dulu bahwa ia telah berhadats dengan memegang kemaluannya misalnya maka dengan itu sudah pasti wudhunya sah.

tapi sebaliknya yaitu orang yg yakin bahwa ia telah batal wudhunya tapi ia ragu apakah ia telah berwudhu ataukah belum maka wudhunya sah walaupun terbukti nantinya bahwa ternyata ia telah berwudhu karena status awalnya adalah ia dalam keadaan berhadats.

bahkan syekh Ibnu Hajar mengatakan jikapun orang ini ketika berwudhu saat itu niatnya "jika aku berhadats maka aku niat mengangkat hadats dan jika aku tidak berhadats maka aku niat tajdid (memperbaharui) wudhu" maka sah wudhunya walaupun ia teringat setelahnya ternyata ia telah berwudhu.

- tidak mengalihkan niat wudhunya
artinya ia terus niat berwudhu di sepanjang wudhunya dari awalnya sampai akhirnya. jika ia  menghentikan niat wudhunya di tengah-tengah ia berwudhu maka ia harus memperbaharui niat wudhunya ketika melanjutkan wudhunya, jika itu tidak dilakukan maka wudhunya tidak sah.
begitu juga jika ia niatkan ditengah-tengah wudhunya itu untuk menyegarkan anggota badan yg dibasuh maka ia harus perbaharui lagi niatnya agar sah wudhunya setelah berubah niatnya.

ini adalah akhir dari pembahasan kita diseputar syarat-syarat wudhu dan di artikel berikutnya kita akan membahas pembahasan lainnya yg masih berkaitan dengan wudhu. semoga bermanfaat.

Friday, September 22, 2017

Syarat-syarat wudhu, tidak menggantungkan niat dan air harus mengalir

Masih Ada beberapa syarat wudhu yang disebutkan oleh para ulama fiqih di dalam kitab kitab mereka. Mari kita lanjutkan pembahasan syarat wudhu yang berikutnya.

- tidak menggantungkan niat wudhunya
Maksudnya adalah ketika seseorang berwudhu yang harus ia lakukan adalah memantapkan niat wudhunya tanpa ragu sedikitpun, karena syarat ke-sahan niat diantaranya adalah kemantapan di dalam berniat.
Jika seseorang berwudhu lalu ketika berniat ia berkata dalam niatnya "saya niat berwudhu insya Allah" atau "saya niat mengangkat hadast kecil insya Allah". Kalimat "insya Allah" yang disertakan di dalam niatnya mempengaruhi hukum niat itu sendiri, ulama memberikan perincian hukum tersebut sebagai berikut: 
Jika kalimat insya Allah yang digunakan ditujukan untuk bertabarruk (mengambil berkah) maka sah sah saja wudhunya. Tapi jika niatnya menggantungkan niat wudhunya dengan kehendak Allah maka wudhunya tidak sah karena tidak ada yg mengetahui kehendak Allah kecuali diriNya.

Begitu juga jika tidak diniatkan apa2, tidak niat menggantungkannya dan tidak juga diniatkan tabarruk maka tidak sah niatnya.

- air harus mengalir
Agar sah wudhu seseorang maka air yg digunakan ketika berwudhu harus mengalir diatas anggota wudhu yg dicucinya.
Ketika ia mencuci tangannya maka air harus mengalir di tangannya itulah yg dinamakan gusul,
karena didalam alqur'an Allah menyebutnya dengan gusul:
فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق...الخ
(Maka cucilah wajah dan tangan kalian sampai sikut...)
Maka tidak sah wudhu jika airnya tidak mengalir, contoh jika ia membasahi sapu tangan dg air lalu ia memerasnya sampai tidak ada lagi yg menetes kemudian ia gunakan sapu tangan yg basah itu untuk berwudhu, ketika ia hanya mengelap anggota wudhunya tanpa ada air yg mengalir maka tidak sah wudhu tersebut.

- telah masuk waktu untuk yg hadatsnya terus-menerus keluar.
Syarat ini hanya khusus untuk orang tertentu yaitu yang disebut dengan daimul hadats (orang yg terus keluar hadatsnya)
Jika seseorang ditimpa penyakit air seni yang terus menetes atau seseorang yg menggunakan kantung air seni karena keperluan pengobatan dan lainnya sehingga air seninya terus menetes, maka orang semacam ini ketika akan berwudhu disyaratkan untuk ke-sahan wudhunya yaitu berwudhu setelah masuk waktu sholat. Karena bersucinya orang semacam ini disahkan sebab dharurat dan sebelum datangnya waktu sholat belum dikatakan dharurat itu ada.
Adapun jika ia berwudhu sebelum waktunya maka tidak sah wudhunya. 

Tapi cukuplah jika ia mengetahui bahwa waktu telah masuk walaupun dengan hanya perkiraannya yg dihasilkan dari ijtihad. Contoh jika ia tidak dapat mengetahui masuknya waktu sholat kecuali dengan pekerjaan yg biasa dilakukan sehari-hari, jika ia seorang penjahit dan disetiap harinya jika sudah menyelesaikan 1 jahitan pakaian sudah masuk waktu sholat zuhur maka itu dapat dijadikan patokan masuknya waktu ketika ia telah selesaikan 1 jahitan pakaiannya dengan memperhatikan juga cepat atau lambatnya ia melakukan jahitan tersebut.
Dengan cara ini ia dapat mengetahui waktu sholat zuhur telah masuk dg menyelesaikan 1 jahitan baju tapi itu hanyalah perkiraan bukan sesuatu yg pasti, walau demikian ia masih sah berwudhu ketika ia telah mengetahui waktu sholat telah masuk dengan cara tersebut.

Seseorang disebut daimul hadats jika hadatsnya terus menerus keluar dari dirinya atau jeda antara hadats yg keluar, antara tetesan yg satu dg yg berikutnya tidak cukup jeda itu untk melakukan sholat fardhu dengan menjalankan rukun2 saja.
Tapi bila jeda antara najis yg keluar masih cukup untuk mengerjakan sholat maka ia wajib mengerjakan sholat diwaktu tersebut..

Disyaratkan juga untuk wudhu daimul hadats hal-hal berikut:
-Mendahulukan istinja sebelum wudhu
-Menyumpal dan membalut tempat keluarnya najis baik itu kelamin atau anggota tubuh lain.
-Tidak ada jeda antara istinja dan menyumpa
-Tidak ada jeda antara menyumpal dan membalut
-Tidak ada jeda antara mencuci anggota wudhu yg satu dengan yg berikutnya
-Tidak ada jeda antara wudhu dengan sholat

Tapi jeda karena menunggu jamaah sholat atau karena pergi kemasjid tidak mengapa.
Juga yang harus diperhatikan adalah bahwa wudhu daimul hadats hanya untuk satu sholat fardhu sehingga tidak boleh digunakan untuk dua sholat fardhu walaupun wudhunya belum batal.


Saturday, September 16, 2017

Syarat-syarat wudhu, menghilangkan najis 'ain dan tdk ada yg merubah air

Kembali kita lanjutkan pembahasan kita seputar syarat-syarat wudhu yg lain, yaitu:

- menghilangkan najis 'ain
Syarat yg satu ini tidak disepakati oleh semua ulama mazhab syafi'i, sebagiannya mensyaratkan tapi sebagiannya lagi tidak.
Menurut yg mensyaratkan syarat ini apa maksudnya?
Maksudnya, jika di anggota wudhu ada najis 'ain yg dapat hilang hanya dengan satu siraman maka menurut Imam Rofi'i yaitu yg mensyaratkan syarat ini, wajib menghilangkan najisnya dulu sebelum berwudhu tapi menurut Imam Nawawi yg tidak mensyaratkan syarat ini, najis tersebut tidak perlu dihilangkan terlebih dulu, tapi sah saja jika ia cuci najis itu dan disaat yg sama air itu juga mengangkat hadatsnya.

Begitu pula jika najisnya najis hukmiy yaitu najis yg sudah tidak lagi ada bau, warna dan rasanya tapi belum disucikan. Bisa hilang bau, warna dan rasanya dengan dibiarkan dalam waktu yg lama atau sebab lain.

Dari kedua pendapat diatas, pendapat Imam Nawawi-lah yang lebih kuat, karena seorang wanita bila memiliki hadats haidh dan janabah lalu ia mandi setelah suci dg niat mengangkat hadats keduanya maka cukuplah satu kali mandi mengangkat keduanya, lagi pula air yg masih berada di anggota badan belum dihukumkan musta'mal sampai ia menetes dan itu tidak ada bedanya antara najis 'ain dengan najis hukmiy, nah begitupun dalam masalah ini.
Ketika satu siraman dapat menghilangkan najis mk dapat jg mengangkat hadats karena air yg masih berada di anggota badan masih belum disebut air musta'mal sehingga ia dapat mengangkat hadats.

Tapi jika najis tersebut tdk dapat hilang dengan satu siraman air maka sepakat Imam Nawawi dan Imam Rofi'i harus menghilangkan najisnya dulu lalu kemudian barulah berwudhu.

- tidak ada sesuatu di anggota wudhu yg akan merubah sifat air.
Syarat ini juga diperdebatkan oleh para ulama mazhab imam syafi'i dan pendapat terkuat adalah yg menjadikannya syarat untuk ke-sahan wudhu seseorang.

Karena satu diantara syarat wudhu adalah air mutlak atau air suci mensucikan maka tidak boleh ada sesuatu dianggota wudhu yg dapat merubah sifat air baik warna, bau atau rasa.
Jika ada tinta dianggota wudhu yg dapat merubah warna air ketika ia mencucinya yg membuat airnya tidak lagi dinamakan air mutlak maka wudhunya tidak sah, jadi harus dibersihkan dulu tintanya sebelumnya.

Hukum make up wajah ketika wudhu
Make up yg digunakan oleh wanita di wajah mereka mempunyai hukum dalam kaitanya dengan ke-sahan wudhu sebagai berikut:
- jika make up yg digunakan tebal dan licin sehingga membuat air tidak dapat mengenai kukit wajah maka wudhu tidak sah dengan adanya make up sehingga harus di hilangkan terlebih dulu sebelumya.
- jika make upnya tipis sehingga tidak menghalangi air dari kulit wajahnya maka hukumnya sah dan sudah barang tentu juga tidak merubah sifat air ketika mencuci wajahnya.
Berkata imam Nawawi dalam kitab majmu' syarh muhadzdzab:
اذا كان على بعض اعضائه شمع او عجين او حناء واشباه ذلك فمنع وصول الماء الى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء كثر ذلك ام قل ولو بقي على اليد وغيرها اثر الحناء ولونه دون عينه او اثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت صحت طهارته
"Jika disebagian anggotanya ada lilin atau adonan yepung atau serbuk cacar atau semacam itu lalu hal itu mencegah air untuk sampai ke sebagian anggota tsb maka tidak sah bersucinya apakah sesuatu itu banyak atau sedikit.
Jika tersisa ditangan atau lainnya bekas pacar dan warnanya bukan ainnya (serbuknya) atau bekas gajih yg cair dimana air dapat menyentuh kulit anggota tsb dan mengalir diatasnya tapi tdk menetap maka sah bersucinya"



Tuesday, September 12, 2017

Syarat-syarat wudhu, tidak ada hal yg membatalkan dan mengetahui tata cara wudhu

Kembali kita membahas syarat-syarat wudhu yang berikutnya yg disebutkan oleh para ulama fiqih, yaitu:

- tidak ada hal yang membuat wudhunya batal.
Agar berwudhu menjadi sah seseorang harus suci dari haidh dan nifas, karena keduanya dapat membatalkan wudhu.
Begitupun menyentuh kemaluan harus dihindari baik ketika berwudhu atau setelahnya karena hal itu dapat membatalkan wudhu seseorang.
Begitu pula keluarnya air seni atau juga darah dari kemaluan, baik kemaluan depan ataupun belakang, harus juga dihindari karena hal itu dapat membatalkan wudhu.
Kecuali air seni yang keluar terus menerus dari kelamin seseorang yang sedang sakit yang disebutkan di dalam ilmu fiqih dengan istilah salis.
Yaitu penyakit dimana air seni terus keluar menetes sehingga antara tetesan yg satu dg tetesan berikutnya tidak cukup untuk memberikan kesempatan melakukan sholat tanpa ada tetesan najis yg keluar.
begitu juga darah yang keluar terus menerus dari kelamin seorang wanita ketika melebihi 15 hari atau yang disebut di dalam ilmu fiqih dengan istilah istihadhoh.
Di kedua masalah yang dikecualikan ini, hukum wudhu keduanya sah dan darah serta air seni yang keluar terus menerus tidak membatalkan wudhunya.
Tapi ketentuan wudhunya sedikit berbeda yang akan kita pelajari insya Allah dan kita bahas di artikel yang akan datang, baik dari segi niatnya atau dari segi waktu pelaksanaan wudhunya.

- memgetahui tatacara berwudhu
Diantara syarat sahnya wudhu yaitu mengetahui pasti cara berwudhu, maksudnya dapat membedakan antara yg fardhu dan yg sunnah yg ada didalam wudhu itu sendiri. Syarat ini dengan makna tersebut diperuntukkan untuk mereka yg sudah 'alim, batasan 'alim disini yaitu sudah belajar fiqih beberapa masa lamanya yg memungkinkan ia telah dapat membedakan antara yg fardhu dan yg sunnah.

Adapun untuk orang awam maka cukuplah buat mereka ketika mereka tidak meyakini bahwa yg fardhu itu adalah sunnah.
Misalnya: tidak meyakini bahwa mencuci kedua tangan adalah sunnah. Jika ia yakini itu sunnah maka tidak sah wudhunya, tapi selama ia tdk menyakini demikian maka sah wudhunya walaupun ia meyakini yg sunnah didalam wudhu itu adalah wajib, seperti: meyakini basuh kedua telinga adalah wajib.
Begitu juga tidak sah wudhunya jika ia menyakini bahwa semua yg ada didalam wudhu adalah sunnah.
Jika seseorang yg meyakini bahwa didalam wudhunya itu ada yg fardhu dan ada yg sunnah hanya dia tidak dapat membedakan antara keduanya lalu dia ditanya, apakah membasuh kepala itu wajib atau sunnah? Lalu ia menjawab tidak tahu, maka sah wudhunya.
Perincian ini juga berlaku didalam ibadah yg lain seperti sholat dan puasa.

Seseorang yg berwudhu juga wajib mengetahui apa yg mesti dicuci untuk menyempurnakan yg wajib, seperti mengetahui bahwa mencuci sikut ketika mencuci kedua tangan adalah hal yg wajib agar mencuci kedua tangannya menjadi sempurna.

Friday, September 8, 2017

Syarat-syarat wudhu, air mutlak dan tidak ada penghalang air

Syarat-syarat sah wudhu berikutnya yang dibahas oleh ulama fiqih adalah:

- air mutlak
Air mutlak disebut juga dengan air suci mensucikan. Maka tudaklah sah berwudhu dengan selain air seperti tanah, batu, kertas dll. Begitu juga tidak sah berwudhu dengan air yang najis seperti air seni, air nanah dll. Begitu juga tidak sah berwudhu dengan air yang musta'mal, yang yelah digunakan untuk mengangkat hadats dan atau menghilangkan najis. Sebagaimana tidak sah berwudhu dengan air yang telah berubah salah satu sifatnya seperti yang yelah dibahas pada artikel yg telah lalu.

Air mutlak ini sah digunakan untuk wudhu walaupun dihasilkan dari sangkaan atau perkiraan. Artinya kita masih boleh menggunakan air yg kita sangka dan belum sampai yakin bahwa air itu adalah air mutlak.

Seperti air mutlak yg kita hasilkan dari hasil ijtihad ketika ada dua bejana berisi air salah satunya adalah air mutanajjis tapi tidak diketahui mana yg terkena najis dari dua bejana yg berisi air tersebut. Ketika ijtihad kita menghasilkan kesimpulan bahwa salah satunya adalah suci dan yg lainnya mutanajjis maka kita boleh menggunakan air yg kita sangka suci untuk berwudhu dan wudhu kita sah selama tidak terbukti bahwa air yg kita gunakan untuk wudhu tersebut adalah ternyata air mutanajjis.

- tidak ada penghalang air
Maksudnya yaitu tidak ada sesuatu di anggota wudhu yg dapat menghalangi air membasahi anghota wudhu tersebut.
Maka keberadaan lilin misalnya bisa membuat wudhu tidak sah karena air tidak dapat membasahi anggota wudhu yg tertutupi oleh lilin.
Begitu pula termasuk yg dikategorikan sebagai penghalang air yaitu kotoran mata atau yg disebut oleh sebagian orang dg nama belek. Perlu semua kita perhatian terhadap kotoran mata ini ketika wudhu, terutamanya berwudhu di waktu subuh setelah bangun tidur, karena jika kurang waspada lalu ketika berwudhu kotoran mata ini tidak dihilangkan maka kemungkinan besar atau pastinya wudhunya tidak sah karena air terhalang oleh kotoran mata ini.

Hukum kotoran kuku
Diantara yg perlu di perhatikan juga yaitu kotoran kuku. Apakah wudhu sah jika dikuku ada kotorannya ataukah tidak?.
Ulama terbagi kepada tiga kelompok dalam permasalahan ini:
- sebagian berpendapat sah secara mutlak
- sebagian berpendapat tidak sah secara mutlak
- pendapat yg mu'tamad (terkuat) menyebutkan perincian sebagai berikut:
Jika kotoran itu berasal dari badan sendiri seperti daki misalnya maka kotoran ini ketika ada di bawah kuku tidak menghalangi ke-sahan wudhu tapi jika kotoran tersebut datang dari luar seperti tanah misalnya dan dapat dihilangkan maka ia dapat menghalangi ke-sahan wudhu artinya wudhu tidak sah dengan adanya kotoran ini dibawah kuku yg menghalangi sampainya air kekulit yg ada disana.

Hukum cutek (cat kuku)
Cat kuku yg terkadang di gunakan oleh sebagian wanita dg maksud menghiasi kuku mereka agar terlihat indah dan menarik, sudah tentu cat kuku ini menghalangi air sehingga tidak dapat membasahi kuku yg tertutup olehnya, dari sebab itu cat kuku ini harus dihilangkan sebelum berwudhu agar wudhunya sah.
Lain halnya dengan pacar, ia hanyalah warna yg tertinggal di kuku ketika serbuk pacarnya sudah kering lalu di copot sehingga warna pacar ini tidak menghalangi air.
Perlu diperhatikan, yg kita bahas adalah pacarnya yg berwarna kemerah-merahan bukan serbuk pacar yg menempel di kuku untuk menghasilkan warna pacar. Adapun serbuk pacar hukumnya sama dengan cat kuku diatas.


Monday, September 4, 2017

Syarat-syarat wudhu, islam dan tamyiiz

Diantara sekian syarat-syarat yg harus dipenuhi agar disahkan wudhu seseorang yaitu:
- beragama islam
Karena wudhu adalah ibadah maka sudah pastinya disyaratkan seseorang yg melaksanakannya beragama islam untuk ke-sahan wudhunya.
Maka seorang non muslim tidaklah sah jika ia melakukan wudhu, itu dikarenakan wudhu ini memerlukan niat dalam pelaksanaanya sedangkan niat sah bila yg melakukannya seorang muslim.
Namun ada beberapa hal didalam syariat yg dikecualikan dimana seorang non muslim sah melakukannya padahal hal-hal itu perlu niat.
Diantaranya adalah mandi, seorang wanita non muslim ketika suci dari haidh dan ia bersuamikan seorang muslim maka ia wajib mandi untuk dapat dicampuri oleh suaminya, ketika ia mandi tentulah ia perlu berniat, disaat itulah niatnya di sahkan sehingga mandinya disahkan sehingga boleh suaminya mencampurinya setelah itu.
Walaupun ia non muslim tapi dalam masalah ini niat mandinya disahkan.
Walaupun niatnya disahkan untuk mandinya ini tapi jika ia masuk islam ia wajib memgulang mandinya.

Mungkin ada yg bertanya-tanya, kok didalam contoh itu disebutkan non muslim menikah dg seorang laki-laki muslim apakah boleh?
Itu bisa terjadi dan disahkan jika wanita non muslimnya ahlul kitab dan tentunya ada syarat-syarat yg sulit terpenuhi saat ini untuk dibolehkan dan disahkannya seorang laki-laki muslim menikahi wanita ahlul kitab. Kita akan bahas hal ini diwaktunya nanti insya Allah.

Syarat yg berikutnya adalah:
- sudah mencapai umur tamyiiz.
Seorang anak yg belum mencapai umur tamyiz tdk sah melakukan wudhu. Ada satu permasalahan yg dikecualikan dimana wudhu anak kecil yg belum tamyiz disahkan sehingga ibadahnyapun sah, yaitu anak kecil yg melakukan ibadah haji lalu di wudhukan oleh walinya ketika akan melakukan thawaf. 

Pada umur berapa seorang anak disebut telah tamyiz?
Dalam hal ini ulama tidak memberikan batasannya dengan umur melainkan mereka memberikan batasannya dengan cara lain. Ada beberapa pendapat ulama dalam menentukan batasan tamyiz sebagai berikut:
1. Sudah mampu makan sendiri, minum sendiri dan istinja sendiri
2. Sudah dapat membedakan mana kanan dan kirinya
3. Sudah mampu memahami ucapan dan mampu menjawab
4. Sudah dapat membedakan antara arang dan Kurma
Dari sekian pendapat ulama diatas, pendapat yg terkuat adalah pendapat pertama yaitu yg sudah mampu makan sendiri, minum sendiri dan istinjaa sendiri, ketika itulah seorang anak dinamakan sudah tamyiz, terkadang ia berumur 6 tahun terkadang 7 tahun bahkan terkadang 5 tahun. Jadi tidak ditentukan dengan umur tertentu.

Sebagaimana anak yg belum tamyiz tidak sah berwudhu begitu juga orang gila tidak sah wudhunya karena kehilangan kesadarannya, kecuali satu hal yaitu wanita gila yg telah suci dari haidh lalu dimandikan agar suaminya boleh mencampurinya.

Untuk syarat-syarat lainnya kita akan bahas di artikel berikutnya insya Allah.